Kamis 21 Nov 2024 15:23 WIB

DEN Rincikan Tantangan Ekonomi Jangka Pendek yang Harus Dihadapi Indonesia

Saat ini The Fed sudah menurunkan suku bunganya, penuh kehati-hatian.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Gita Amanda
Dewan Ekonomi Nasional (DEN) merincikan sejumlah tantangan ekonomi jangka pendek yang harus dihadapi Indonesia. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Dewan Ekonomi Nasional (DEN) merincikan sejumlah tantangan ekonomi jangka pendek yang harus dihadapi Indonesia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Ekonomi Nasional (DEN) merincikan sejumlah tantangan ekonomi jangka pendek yang harus dihadapi Indonesia. Ini mengacu pada situasi global dan domestik. Anggota DEN, Mochammad Firman Hidayat menyebut kemenangan Donald Trump tentu saja berdampak ke Indonesia. Ini akan menjadi periode kedua Trump memimpin Amerika Serikat (AS). Dampak ke Indonesia, pertama di sektor keuangan.

Saat ini The Fed sudah menurunkan suku bunganya, penuh kehati-hatian. Meskipun terjadi penurunan suku bunga The Fed, yield obligasi pemerintah malah cenderung meningkat. Ini mengantisipasi kebijakan Trump yang berorientasi penguatan ekonomi AS.

Baca Juga

"Sehingga saat ini kita sudah lihat dampaknya terjadi capital outflow dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia sehingga nilai tukar dolar sangat menguat, rupiah pun melemah," ujar Firman saat berbicara melalui zoom dalam diskusi bertajuk  "Tantangan Pelik Kabinet Baru: Meningkatkan Daya Beli, Menopang Industri", diselenggarakan oleh INDEF, di Jakarta, Kamis (21/11/2024).

Ia meneruskan, dampak lain yang perlu diantisipasi dari kebijakan Trump yakni di sektor perdagangan. Trump berencana meningkatkan tarif perdangangan yang tinggi. Situasi demikian harus dianalisis dengan cermat.

Menurut Firman, secara spesifik perlu dilihat bagaimana efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, juga ekspor Indonesia. "Saya kira nanti dinamikanya akan berubah dengan sangat cepat, tergantung kebijakannya," katanya.

Lalu tantangan lain, yakni pelemahan ekonomi China. Itu juga perlu dicermati. Pasalnya negeri tirai bambu termasuk mitra dagang utama Indonesia.

China, jelas Firman, sedang mengalami perlambatan akibat krisis di sektor properti. Pada saat bersamaan pemerintah memberikan stimulus yang cukup besar. Sekitar 19 persen dari GDP.

"Ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan stimulus yang mereka berikan bahkan pada era Covid-19. Nah ini tentu harus kita monitor seberapa jauh itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi China, karena, lagi-lagi akan berdampak pada proyeksi atau pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar anggota DEN.

Lalu ada tantangan jangka menengah terkait dengan ketahanan pangan global. Itu sehubungan dengan visi Indonesia Emas pada 2045. Saat ini, di ranah domestik, pelemahan daya beli mendapat sorotan. Begitu pun dengan sektor industri. 

Namun, menurut Firman, dibandingkan dengan banyak negara lainnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup kuat. Ia memastikan berbagai permasalahan yang ada sudah menjadi perhatian pemerintah, termasuk DEN. Pihaknya tengah melakukan kajian bagaimana membuat formulasi yang outputnya berupa kebijakan menyikapi berbagai tantangan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement