Senin 18 Nov 2024 13:36 WIB

PPN 12 Persen, Ekonom: Kelas Menengah Kian Terhimpit

Kenaikan PPN 12 persen akan membuat daya beli kelas menengah makin lemah.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Pengunjung melihat Stand di salah satu mal di Jakarta (ilustrasi). Ekonom menilai kenaikan PPN akan semakin menekan daya beli kelas menengah.
Foto: Dok.Republika
Pengunjung melihat Stand di salah satu mal di Jakarta (ilustrasi). Ekonom menilai kenaikan PPN akan semakin menekan daya beli kelas menengah.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah. Faisal menilai, kebijakan tersebut juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

"Kenaikan PPN sebetulnya menyasar transaksi barang dan jasa yang tercatat sebagai aktivitas di sektor formal, yang umumnya dilakukan kelas menengah dan atas. Namun, dampaknya akan lebih berat bagi kelas menengah," ujar Faisal saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Senin (18/11/2024).

Baca Juga

Faisal menilai kelas atas mungkin masih mampu menanggung kenaikan ini, tetapi tidak demikian dengan kelas menengah yang daya belinya sudah menurun signifikan. Menurut Faisal, kelas menengah memiliki kontribusi besar terhadap konsumsi rumah tangga di Indonesia, mencapai 84 persen, termasuk kelompok aspiring middle class. 

Oleh karena itu, Faisal memperkirakan kenaikan PPN akan semakin menekan daya beli yang pada akhirnya dapat memperlambat laju konsumsi domestik. Faisal berharap kebijakan kenaikan PPN dapat dievaluasi agar tidak memberikan dampak buruk yang terlalu besar pada perekonomian nasional, terutama pada kelompok masyarakat yang menjadi penggerak utama konsumsi.

"Jika konsumsi melemah, pertumbuhan ekonomi juga akan melambat. Apalagi yang paling tertekan adalah kelompok dengan kontribusi terbesar terhadap konsumsi rumah tangga," sambung Faisal. 

Faisal juga menyoroti tekanan terhadap kelas menengah tidak hanya berasal dari kenaikan PPN semata, melainkan kombinasi dari berbagai kebijakan lainnya, seperti peningkatan pajak lain dan rencana kenaikan tarif BPJS Kesehatan. Di sisi lain, kenaikan upah kelas menengah dianggap tidak signifikan, bahkan di beberapa sektor, justru mengalami penurunan. 

"Kondisi ini semakin berat karena sektor yang menciptakan lapangan kerja paling banyak justru memberikan upah yang cenderung stagnan atau menurun. Kombinasi kebijakan ini bisa semakin mempersempit ruang gerak ekonomi kelas menengah," kata Faisal. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement