Ahad 27 Oct 2024 07:00 WIB

RI Ingin Gabung BRICS, LPS Tekankan Pentingnya Pertimbangan Risiko dan Peluang

Perlu dipertimbangkan posisi apa yang nantinya akan dipilih.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Satria K Yudha
Menlu RI Sugiyono (berpeci) di antara kepala negara dan delegasi berpose di sela KTT BRICS Summit di Kazan, Rusia, Kamis, 24 Oktober 2024.
Foto: Alexander Nemenov, Pool Photo via AP
Menlu RI Sugiyono (berpeci) di antara kepala negara dan delegasi berpose di sela KTT BRICS Summit di Kazan, Rusia, Kamis, 24 Oktober 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia telah resmi mengajukan permintaan keanggotaan untuk bergabung dengan aliansi BRICS. Permintaan itu disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono yang menghadiri KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia pada 22-24 Oktober 2024.

Menanggapi keputusan itu, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menilai pentingnya mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari bergabung dengan BRICS. Indonesia, lanjut Purbaya, perlu mempertimbangkan posisi apa yang nantinya akan dipilih.

“Itu (keputusan bergabung BRICS) terserah keputusan pemerintah yang sekarang, tapi menurut saya harus dihitung dampak negatif dan positifnya, harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Karena ada dampak positif, ada dampak negatif. Karena, kalau kita lihat lawannya BRICS (negara) barat. Kira-kira, kita (Indonesia) di posisi mana? Apakah kita unaligned seperti jaman dulu non-blok? Apa kita timur, apa barat?,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Sabtu (26/10/2024).

Ia pun mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam mengambil keputusan ini. "Saya pikir keputusan itu harus dipertimbangkan dengan baik, supaya dampaknya kita seimbang gitu (terutama dampak untuk perekonomian Indonesia),” tambahnya.

Dalam keterangan resminya, Menlu RI Sugino menjelaskan terdapat alasan lain mengapa Indonesia akhirnya memutuskan bergabung dengan BRICS. "Kita juga melihat prioritas BRICS selaras dengan program kerja Kabinet Merah Putih, antara lain terkait ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan atau pun pemajuan sumber daya manusia," ucapnya.

Lewat BRICS, kata Sugiono, Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau Global South. "Kita lihat BRICS dapat menjadi kendaraan yang tepat untuk membahas dan memajukan kepentingan bersama Global South. Namun kita juga melanjutkan keterlibatan atau engagement kita di forum-forum lain, sekaligus juga terus melanjutkan diskusi dengan negara maju," kata Sugiono.

Saat berpartisipasi dalam KTT BRICS Plus, Sugiono juga menyampaikan pesan Presiden Prabowo Subianto tentang anti penjajahan dan penindasan. Terkait hal itu, ia menekankan komitmen dan solidaritas Indonesia untuk perdamaian global.

Menlu pun menggarisbawahi situasi yang berlangsung di Palestina dan Lebanon. "Indonesia tidak dapat berdiam diri saat kekejaman ini terus berlanjut tanpa ada yang bertanggung jawab," ujar Sugiono.

Indonesia menyerukan gencatan senjata dan penegakkan hukum internasional, serta pentingnya dukungan berkelanjutan untuk pemulihan Gaza. BRICS dibentuk pada 2009 atas inisiatif Rusia. Tujuan awal pembentukannya adalah mengembangkan kerja sama komprehensif di antara anggotanya.

Negara itu mencakup Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan. Namun, BRICS memutuskan melakukan ekspansi dan sudah menerima lima anggota baru. Mereka adalah Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir. Selain Indonesia, Malaysia dan Turkiye juga tertarik bergabung BRICS.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement