REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur menghadirkan dinamika baru bagi berbagai emiten di sektor konstruksi, khususnya yang turut berkontribusi dalam pembangunan IKN. Pemindahan ibu kota menjadi solusi menyeimbangkan sebaran populasi yang selama ini berpusat di pulau Jawa dan Sumatra dengan sebaran populasi masing-masing 56 persen dan 21 persen. Sedangkan wilayah Kalimantan hanya memiliki sebaran penduduk sebanyak 6 persen dari jumlah total masyarakat di Indonesia.
"Pemindahan ibu kota menjadi solusi pengurangan macet di kota Jakarta dan sebagai langkah perluasan wilayah," ujar Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati dalam Webinar ‘Menilik Peluang IKN dan Sektor Konstruksi’ yang digelar oleh Sinarmas Sekuritas (SimInvest), pekan lalu.
Kepastian keberlanjutan IKN sudah memiliki titik terang pada pemerintahan yang baru. Hal ini memberikan sentimen positif khususnya bagi sektor konstruksi untuk membuka lembaran baru memperbaiki kinerja keuangan perusahaan konstruksi yang selama ini masih memiliki tantangan berupa tingkat hutang yang tinggi.
IKN merupakan proyek pemerintah yang besar dan berkelanjutan, sehingga sektor konstruksi khususnya BUMN Karya akan mendapat berkahnya, selain itu terdapat 10 perusahaan grup konglomerasi swasta seperti Sinarmas, Agung Sedayu, Salim Group, Djarum Group, dan lainnya, yang ikut berkontribusi dalam pembangunan IKN juga akan diuntungkan. Ike juga menambahkan bahwa selain sektor konstruksi, adanya pembangunan IKN juga akan memberikan angin segar bagi industri semen yang saat ini masih dalam kondisi oversupply.
Terlebih, dalam RAPBN 2025 juga masih mengalokasikan anggaran IKN dalam anggaran infrastruktur sebesar Rp 400,3 triliun. Meskipun anggaran ini mengalami penurunan sekitar 5,5 persen dibandingkan tahun 2024, namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2022 dan 2023 yang masing-masing sebesar Rp 369 triliun dan Rp 392 triliun.
“Memang terdapat penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2024, namun nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2022 dan 2023, di mana hal ini masih cukup positif dan kondusif untuk sektor konstruksi terus berkembang," ujarnya.
Ike menyebutkan saham-saham sektor konstruksi yang menarik diperhatikan antara lain PTPP dan WIKA. BUMN karya terdiri dari ADHI, PTPP, WSKT, dan WIKA, dari keempat emiten tersebut ADHI dan PTPP memiliki kondisi keuangan yang lebih solid karena proporsi hutang lebih rendah. Kemudian disusul oleh WIKA yang masih terganjal proporsi hutang namun secara kinerja EBITDA mulai menunjukan adanya perbaikan. Sementara WSKT masih harus menghadapi tantangan hutang dengan proporsi paling tinggi dibandingkan empat emiten lainnya.
Selain itu, Ike juga membahas mengenai adanya wacana merger BUMN Karya yang terbagi atas 3 klaster. Klaster 1 terdiri dari gabungan antara PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Brantas Abipraya (Persero), dan PT Nindya Karya (Persero) yang akan fokus pada pembangunan infrastruktur air, rel kereta api, dan proyek-proyek serupa. Kluster 2 merupakan gabungan antara PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) yang mengkhususkan diri pada pembangunan jalan tol, jalan non-tol, serta infrastruktur institusional. Dan Kluster terakhir, gabungan antara PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) akan menitikberatkan pada pembangunan gedung, sektor energi, dan industri. Dari ketiga kluster gabungan tersebut, Ike melihat apabila ditilik dari sisi kinerja keuangan dan nilai kontrak, Kluster 3 yang terdiri dari PTPP dan WIKA akan menjadi merger BUMN Karya yang paling kompetitif.