Selasa 27 Aug 2024 22:25 WIB

Mengapa Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen Sulit Tercapai? Ini Kata Banggar DPR RI

Indonesia menghadapi berbagai persoalan struktural

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah, mengatakan Indonesia menghadapi berbagai persoalan struktural
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA— Pemerintah mengusulkan target pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5,2 persen dalam RAPBN 2025, meski sejak 2015 hingga 2023, hanya sekali pertumbuhan ekonomi melampaui target APBN pada 2022, dari target 5,2 persen, dan berhasil mencapai 5,31 persen. Mengapa target pertumbuhan ekonomi sulit tercapai?

Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah, menjelaskan Indonesia menghadapi berbagai persoalan struktural yaitu ekonomi biaya tinggi karena perizinan dan korupsi, ketidakpastian hukum, kualitas SDM yang belum terampil, belum terjalin secara baik konektivitas antarwilayah dan menurunnya demokrasi.

Baca Juga

“Berbagai persoalan ini sudah kita bincangkan sudah lama sekali. Namun seolah belum cukup energi untuk keluar sepenuhnya dari persoalan ini,” kata Said, kepada media di Jakarta, Selasa (27/8/2025).

Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi selalu bergantung pada konsumsi domestik. Bahkan konsumsi domestik sebagai tempat gantungan perekonomian itupun terancam menurun, seiring dengan turunnya kelas menengah Indonesia.

“Sejak enam tahun lalu, jumlah kelas menengah kita turun 8 juta jiwa. Padahal merekalah sebenarnya kelas penggerak konsumsi domestik,” ujar dia.

Said mengatakan, pimpinan Banggar DPR mendorong agar pemerintah lebih progresif menyelesaikan berbagai persoalan struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada dokumen Visi Indonesia 2045, dibutuhkan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,4 persen.

“Asumsi ini sesungguhnya di level moderat, kalaulah kita belum melangkah hingga 6 persen,” tutur dia.

BACA JUGA: Nubuat Masa Depan Rasulullah SAW Terbukti, 3 Fenomena Umat Akhir Zaman Ini Terjadi

Dibutuhkan sejumlah modal penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4, kata Said. Strateginya, konsumsi domestik harus dijaga dengan inflasi yang terjaga rendah, investasi yang menopang pembukaan lapangan kerja baru, serta memberikan nilai tambah atas produk ekspor.

Setidaknya kita membutuhkan kontribusi investasi minimal 1,5 persen, dan ekspor 0,5 persen sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi tiap tahun. Dengan demikian tulang punggung permintaan bukan hanya konsumsi domestik,” ujar dia.

Said menyebut... 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement