Kamis 19 Dec 2024 18:22 WIB

Tiga Sektor Ini Disebut Jadi Kunci, Begini Tantangan dan Prediksi Pertumbuhan Ekonomi 2025

Pemerintah punya PR untuk memulihkan daya beli masyarakat dalam jangka pendek.

Puncak Pulau Padar, Labuan Bajo, NTT yang menjadi salah satu spot terkenal wisatawan.
Foto: Lida Puspaningtyas
Puncak Pulau Padar, Labuan Bajo, NTT yang menjadi salah satu spot terkenal wisatawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali mengatakan, 2025 menjadi tahun yang sangat menentukan dalam perjalanan menuju cita-cita Indonesia Emas 2045. Menurutnya, 2025 adalah tahun transisi sekaligus juga tahun yang menjadi landasan pembangunan nasional ke depan.

"Berbagai kemungkinan tantangan dan peluang akan kita hadapi di tahun 2025. Ada beberapa sektor yang menjadi kunci pendorong pertumbuhan ekonomi ditahun 2025," kata Hasan, di Jakarta, Kamis (19/12/2024).

Baca Juga

Hasan menjelaskan, sektor pertama adalah hilirisasi. Menrutnya, kebijakan hilirisasi sumber daya alam, terutama nikel, tembaga, dan bauksit, akan terus mendorong pertumbuhan sektor manufaktur.

Kedua adalah ekonomi digital. Dengan penetrasi internet mencapai 80 persen populasi (laporan APJII), ekonomi digital diprediksi tumbuh hingga Rp 2.000 triliun, terutama melalui e-commerce, fintech, dan edutech.

Sektor ketiga yakni pariwisata. Sektor ini diharapkan bisa memiliki daya ungkit signifikan. Pemerintah menargetkan kunjungan 17-19 juta wisatawan mancanegara pada tahun 2025.

Di sisi lain, Hasan melanjutkan, tantangan perekonomian Indonesia dalam jangka pendek yang harus dilakukan pemerintah adalah memulihkan daya beli ekonomi masyarakat. Pemerintah diketahui sudah mengumumkan kenaikan Upah Minimal Provinsi (UMP) rata-rata sebesar 6,5 persen pada tahun 2025.

Kenaikan upah ini tentu akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Kebijakan peningkatan gizi nasional melalui program makan siang gratis, pemberian bantuan, dan subsidi tepat sasaran juga akan berdampak mengurangi beban pengeluaran rumah tangga.

"Namun itu tidak cukup, pemerintah diharapkan bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan mendorong sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja," ujar Hasan. Selain itu, lanjut dia, program-program pelatihan keterampilan atau pendidikan tambahan juga dapat meningkatkan produktivitas kerja masyarakat.

Yang tidak kalah penting adalah upaya untuk menjaga stabilitas harga. Sebab, kata Hasan, inflasi yang tinggi dapat menggerus daya beli masyarakat karena harga barang kebutuhan pokok naik, terutama terkait kebutuhan dasar masyarakat.

Hasan mengatakan, inflasi yang cenderung menurun sepanjang tahun 2024 memunculkan spekulasi tentang menurunnya daya beli masyarakat Indonesia. Daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah, menurun. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh data Survei Konsumen yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI).

Berdasarkan data Survei Konsumen BI edisi November 2023, rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp 5 juta sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan terdalam dicatatkan oleh kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta – Rp 3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta – Rp 5 juta.

Menurunnya daya beli masyarakat ini berimplikasi pada menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia. Data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan secara konsisten terjadi penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia dalam 5 tahun terakhir.

"Trend ini perlu diantisipasi karena kelas menengah adalah salah satu mesin untuk konsumsi domestik," kata Hasan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement