Rabu 07 Aug 2024 18:02 WIB

Mendorong Energi Surya Semakin Mudah Diakses Masyarakat

IESR menganggap, energi surya merupakan sumber energi yang demokratis.

Mahasiswa dan petani melakukan perawatan instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk mesin pompa air di persawahan Desa Pukdale, Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT, Sabtu (29/6/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Mahasiswa dan petani melakukan perawatan instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk mesin pompa air di persawahan Desa Pukdale, Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT, Sabtu (29/6/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, pada 2023, lebih dari 99,78 persen wilayah di Indonesia telah teraliri listrik. Angka capaian elektrifikasi tersebut perlu dicermati lebih lanjut untuk memastikan akses energi yang diterima masyarakat dapat memenuhi layanan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan serta menggerakkan aktivitas ekonomi.

Dari kacamata konsumen, penggunaan energi baru terbarukan (EBET) sangat penting. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, penggunaan energi terbarukan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab konsumen untuk mewujudkan pola konsumsi yang berkelanjutan (sustainable consumption).

"Salah satu sumber EBET yang mudah diakses konsumen adalah energi surya. YLKI mendorong semua pihak menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif, sehingga masyarakat bisa dengan mudah mengakses dan menginstalasi energi surya untuk memenuhi kebutuhan energi mereka," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam FGD PLTS di Jakarta dikutip Rabu (7/8/2024).

Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum, menjelaskan, energi surya merupakan sumber energi yang demokratis. Dia menyebut, dari beragam contoh pengembangan energi surya di Indonesia, terdapat empat catatan penting untuk memastikan dampaknya berkelanjutan.

"Pertama, berorientasi pada pengguna dan dampaknya. Kedua, identifikasi sistem yang sesuai dengan konteks lokal. Ketiga, pendampingan berkelanjutan bagi komunitas dan masyarakat, serta keempat, pengelolaan yang profesional," kata Citra.

Selain itu, kata Citra, pemetaan sumber pembiayaan inovatif perlu dilakukan untuk memastikan kebutuhan pengembangan energi surya direalisasikan dengan optimal. Misalnya, dana desa, iuran swadaya masyarakat, dan program-program corporate social responsibility (CSR).

Vice President Penjualan PT PLN (Persero), Rahmi Handayani menjelaskan, kenaikan pelanggan PLTS atap menjadi cerminan minat masyarakat menggunakan energi surya. Dia menjelaskan, pada 2018-2024, jumlah pelanggan PLTS atap naik 15 kali, dari 609 pelanggan menjadi 9.324 pelanggan.

Secara kapasitas juga naik dari 2 MWp pada 2018 menjadi 197 MWp pada tahun 2024. Hal itu naik sebanyak 98 kali. "Minat masyarakat pada PLTS atap tinggi juga. Terlihat dari kuota PLTS atap pada Juli 2024 yang terjual sebanyak 88 persen atau 901 MWp," kata Rahmi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement