Rabu 31 Jul 2024 05:55 WIB

Langkah Konkret dari Karangasem dan Gombang di Gunungkidul Menuju NZE 2060

Program Desa Berdaya Energi bermanfaat bagi lingkungan.

Rep: Fredikus Dominggus/ Red: Muhammad Hafil
PT PLN (Persero) melibatkan warga menanam tanaman gamal, kaliandra merah, indigofera, dan gmelina di Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Foto:

Penggunaan biomassa juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2). Kemudian bisa digunakan sebagai pupuk organik yang bakal meningkatkan kualitas tanah. PLN EPI menyadari berbagai sisi positif tersebut. Muaranya untuk membantu target transisi energi.

"Jika ini sudah besar, batangnya sudah tinggi, maka itu yang akan digunakan sebagai produk biomassa. Jadi nanti ditebang, setelah ditebang maka nanti dari bumdes akan mengumpulkan dan kemudian akan dijadikan sawdust. Nah ini yang kedepannya akan kita lakukan," kata Mamit di Gunungkidul, Kamis (25/7/2024).

Ia memastikan penyalurannya ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pacitan. Sudah ada implementasi co-firing di PLTU tersebut. Co-firing merupakan teknik substitusi PLTU batubara dengan bahan biomassa pada rasio tertentu. 

Sebagai gambaran, dalam keterangan resmi PT PLN (Persero) yang ditulis pada Juli 2023, BUMN tersebut meningkatkan penggunaan biomassa sebagai substitusi batubara di 40 PLTU atau co-firing ini. Melalui teknologi co-firing, PLN Grup telah menurunkan emisi karbon hingga 429 ribu ton karbon dioksida (CO2) sepanjang semester I tahun 2023.

Target PLN yakni menerapkan co-firing di 52 lokasi atau 107 unit PLTU di seluruh Indonesia hingga 2025. Itu membutuhkan pasokan biomassa yang signifikan. Apa yang terjadi di Kalurahan Karangasem dan Gombang bagian dari proses tersebut. 

"Kebetulan, kemarin masyarakat juga sudah kita bagi bibit indigofera, masing-masing 12 batang. Dari pertama, kita dapatkan 25 ribu pohon (bibit tanaman), kita bagi ke  masyarakat 10 ribu (bibit), yang 15 ribu-nya, kita tanam di Sultan Ground (tanah milik keraton)," ujar Lurah Gombang, Supriyanto.

Ratusan ton biomassa bakal dihasilkan dari hasil panen indigofera dan kawanannya di dua desa di Gunungkidul itu. Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menerangkan biomassa bisa menjadi sumber energi bersih dan terbarukan. Bagi PLN, co-firing dengan biomassa, salah satu strategi untuk mengganti sebagian kecil batubara, sehingga dapat menurunkan emisi gas rumah kaca.

"Kalau biomassa dikelola lestari, maka bisa memberikan manfaat lingkungan dan ekonomi bagi masyarakat," ujar Fabby, dalam pesan singkat kepada Republika.co.id.

Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi menambahkan, secara teoritis, pembakaran batubara menghasilkan emisi CO2 yang intensif per kilowatt hour (kWh) produksi listrik. Besaran emisinya tentu tergantung pada jenis dan kualitas batubara, serta teknologi pembangkit listrik yang digunakan. Sedangkan biomassa memiliki emisi rendah (bahkan bisa nol) tergantung jenis biomassa dan teknologi konversinya, serta teknologi pembangkit listrik yang digunakan.

"Secara umum biomassa, terutama yang sudah dikonversi menjadi biopellet, memiliki emisi rendah sehingga lebih ramah lingkungan," ujar Ali kepada Republika.co.id. 

Ia melanjutkan, bahan bakar biomassa juga berasal dari berbagai sumber yang bisa diperbaharui dan dibudidayakan sehingga lebih sustainable. Sumber biomassa bisa berasal dari bahan organik, antara lain limbah pertanian, tanaman pertanian khusus, limbah rumah tangga, sampah, perkebunan, dan lain-lain.

Menurut Ali, dalam konteks program penurunan emisi dan lebih jauh lagi, mencapai NZE, pemerintah dan PLN didesak untuk segera mematikan PLTU berbasis batubara. Rencananya, sekitar 52 PLTU yang akan dimatikan di seluruh Indonesia. Tentu tindakan yang tidak mudah karena saat ini sekitar 60 persen kebutuhan listrik nasional dipasok oleh PLTU Batubara. Indonesia juga sedang mengejar pertumbuhan ekonomi dan menggencarkan industrialisasi yang membutuhkan pasokan listrik yang cukup dan handal. 

"Di sinilah peran biomassa bisa sangat strategis. Teknologi co-firing menjadi salah satu solusi cepat dan tepat," ujar Direktur CESS.

Ia melanjutkan, PLTU Batubara tidak perlu buru-buru dimatikan, namun bisa secara bertahap, pelan namun pasti tetap beroperasi dengan program co-firing batubara dan biomassa (terutama yang sudah dikonversi menjadi biopellet). Biopellet yang dihasilkan sudah diproses dengan teknologi tertentu agar karakter dasarnya (nilai kalori, kadar air, kandungan karbon, dll) mendekati batubara, namun kandungan unsur pencemar (kadar debu, sulfur, nitrogen, dll) sudah berkurang sehingga ramah lingkungan. 

Ali merincikan, jika program co-firing itu berjalan, maka ada banyak keuntungan untuk negara dan masyarakat, antara lain kehandalan pasokan listrik bisa tetap dijaga karena tidak perlu terburu-buru mematikan PLTU batubara. Berikutnya, kehandalan pasokan energi primer bisa dijaga dalam jangka panjang karena biomassa dapat dibudidayakan secara massal.

"Lalu upaya mencapai target NZE pada 2060 dapat tercapai tanpa harus mengorbankan PLTU yang berpotensi menganggu kehandalan pasokan listrik nasional," tutur Direktur CESS ini.

photo
Petugas memasukkan sampah plastik ke mesin pencacah di area TPSA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) Bangendung, Kota Cilegon, Banten, Selasa (11/10/2022). Pemkot Cilegon bekerja sama dengan PT PLN membangun unit pengolah sampah menjadi biomassa untuk kebutuhan co-firing (bahan bakar penyerta) batu bara di PLTU Suralaya. - (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Sisi tambahannya, ada potensi bisnis baru dari  pertanian, perkebunan dan industri biopellet yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lalu terbuka peluang perkembangan teknologi co-firing untuk  mendukung program pengembangan energi biomassa.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah membuat ketentuan hukum mengenai hal ini. Ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2023. Permen tersebut tentang pemanfaatan bahan bakar biomassa sebagai campuran bahan bakar pada PLTU.

Bahwa untuk mempercepat pencapaian target energi terbarukan dalam bauran energi nasional, menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai dengan kebijakan energi nasional, dan mendorong perkembangan ekonomi kerakyatan melalui peranan masyarakat dalam penyediaan biomassa sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap, perlu dilakukan pengaturan pemanfaatan bahan bakar biomassa sebagai campuran bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap. Demikian bunyi poin penting dari Permen ini, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM.

Semua  cara efektif dilakukan demi lingkungan yang lebih hijau. Seperti disinggung di awal tulisan, aksi yang terjadi di Karangasem dan Gombang merupakan langkah sederhana nan konkret menuju tercapainya target besar. Jika berjalan lancar, maka daerah lain bakal mengikuti program  serupa. Cara demikian membantu tercapainya NZE di 2060. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement