REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, kebijakan pengolahan produk mentah menjadi bernilai tambah tinggi (hilirisasi) di sektor nikel memberikan dampak pada peningkatan ekonomi hingga 10 kali lipat. Bahlil mengatakan, hal itu dapat dilihat melalui keuntungan ekspor produk turunan nikel yang pada 2017 senilai 3,3 miliar dolar AS meningkat menjadi 33,5 miliar dolar AS pada 2023.
"2017-2018 ekspor nikel kita itu hanya 3,3 miliar dolar AS. Begitu kita setop, kemudian kita bangun industri, kita bangun hilirisasi. Ekspor kita sekarang di 2023 sudah mencapai 33,5 miliar dolar AS, 10 kali lipat naiknya," kata Bahlil, Selasa (30/7/2024).
Dirinya menjelaskan, dari pengolahan bijih nikel (nickel ore) menjadi nikel sulfat memiliki nilai jual 11,4 kali lipat lebih tinggi, lalu katoda memiliki nilai jual 37,5 kali lipat lebih tinggi dari bijih nikel, serta pengolahan bijih nikel menjadi sel baterai memiliki nilai jual lebih mahal 67,7 kali lipat.
Lebih lanjut, menurut dia, dari program hilirisasi nikel juga membuat Indonesia menjadi salah satu produsen baja nirkarat (stainless steel) terbesar di dunia, serta negara potensial dalam pengembangan investasi energi terbarukan, khususnya baterai kendaraan listrik.
"Bahan baku daripada mobil listrik itu adalah mangan, cobalt, lithium, dan nikel. Nikel di Indonesia Itu cadangannya 25 persen dari total nikel dunia," kata Bahlil.
Kementerian Investasi/BKPM mencatat realisasi investasi di sektor hilirisasi pada Januari-Juni (semester I) 2024 mencapai Rp 181,4 triliun. Angka ini naik 21,9 persen secara tahunan (year on year), dengan rincian investasi di sektor nikel sebesar Rp 80,9 triliun, tembaga Rp 28 triliun, bauksit Rp 5,1 triliun, dan timah Rp 0,1 triliun.
Selanjutnya di sektor kehutanan Rp 24,5 triliun, pertanian Rp 23,6 triliun, petrokimia Rp 13,2 triliun, serta baterai kendaraan listrik Rp 6 triliun.