REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paris menjadi sorotan selama beberapa minggu ke depan karena Kota Cahaya tersebut menjadi pusat pertunjukan dan pencapaian luar biasa dalam Olimpiade tahun ini. Ekonom menilai bahwa menjadi tuan rumah Olimpiade dan Paralimpiade di satu sisi memang prestasi, namun itu tidak dapat dipertahankan secara finansial.
Dikutip dari Edition CNN, Ahad (28/7/2024), ekonom berpendapat bahwa acara musim panas dan musim dingin empat tahunan tersebut memerlukan biaya. Dan terutama dalam beberapa dekade terakhir, hal ini telah dirusak oleh pembengkakan anggaran, utang jangka panjang, infrastruktur yang boros, pengungsian dan gentrifikasi, perselisihan politik dan kerusakan lingkungan.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) berharap dapat memperbaiki kondisi tersebut, dimulai dengan Olimpiade Paris 2024, dengan mengambil pendekatan yang lebih hemat dan ramah lingkungan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Ini akan menjadi Olimpiade pertama, sejak Sydney, yang total biayanya mencapai di bawah 10 miliar dolar AS,” kata Profesor Ekonomi di College of The Holy Cross Victor Matheson, yang telah meneliti biaya finansial Olimpiade.
“Itu karena IOC kehabisan kota yang bersedia menjadi tuan rumah acara ini. Sudah jelas bagi kota-kota bahwa, di bawah rezim lama, hal ini merupakan bencana finansial yang nyata bagi kota-kota yang terkena dampaknya, dan sangat mahal serta kecilnya harapan untuk menghasilkan uang kembali dalam jangka panjang,” lanjutnya.
Namun, beberapa ekonom dan peneliti berpendapat bahwa Olimpiade yang benar-benar berkelanjutan harus terlihat jauh berbeda dari Olimpiade yang dikenal sekarang.
Peralihan Menuju Pemborosan
Sekitar 40 tahun yang lalu, Olimpiade juga berada di persimpangan jalan. Setelah Olimpiade Mexico City pada 1968 dan Olimpiade Munich pada 1972 diwarnai dengan kekerasan mematikan dan Olimpiade Montreal pada 1976 mengalami pembengkakan biaya yang dramatis, hampir tidak ada peminat yang bersedia menjadi kota tuan rumah untuk Olimpiade 1984.
Hal itu disampaikan oleh Andrew Zimbalist, Ekonom Olahraga Smith College yang menulis tentang ketegangan ekonomi akibat Olimpiade dan Piala Dunia dalam bukunya, ‘Circus Maximus’.
Los Angeles, satu-satunya kota yang mengajukan penawaran pada Olimpiade 1984 (setelah Teheran menarik diri), mampu menggunakan infrastrukur dan stadion yang ada, mendapatkan sponsor perusahaan dan hak siar yang menguntungkan, dan menjadikan acara tersebut menjadi raksasa pemasaran seperti sekarang ini.
Hal paling menarik....