Rabu 24 Jul 2024 16:47 WIB

Keterbatasan Infrastruktur Dinilai Jadi Tantangan Pengembangan Transaksi QRIS

Langkah digitalisasi transaksi dinilai memudahkan.

Ilustrasi pembayaran digital
Foto: Republika/Darmawan
Ilustrasi pembayaran digital

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mencatat sekira 60 persen anggotanya sudah beralih menggunakan transaksi digital. Sedangkan, 40 persen di antaranya telah menggunakan QRIS sebagai metode pembayaran utama.

Ketua Umum HIPPI Erik Hidayat menyampaikan, masih ada 40 persen yang belum sepenuhnya beralih karena berbagai kendala. Di antaranya, karena keterbatasan infrastruktur dan literasi digital. "Ini didominasi UMKM terutama di daerah," ujar Erik saat dikonfirmasi wartawan Rabu (24/7/2024).

Baca Juga

Erik melihat langkah digitalisasi transaksi itu baik dan sangat memudahkan. Karena efisien dan justru bisa memudahkan para pelaku usaha maupun pembeli. Namun, tantangannya ada pada infrastruktur teknologi, ketersediaan dan kualitas jaringan internet yang belum merata di seluruh Indonesia.

"Kemudian literasi digital, masih rendahnya pemahaman dan kemampuan masyarakat dalam menggunakan teknologi digital. Lalu, kekhawatiran akan keamanan data pribadi dan transaksi digital," tambah Erik.

Di sisi lain, menurut Erik, transaksi digital memiliki dampak positif di antaranya transaksi menjadi lebih mudah dan cepat. Lalu, pencatatan transaksi lebih transparan dan terstruktur, serta mengurangi biaya operasional seperti biaya kertas dan transportasi.

"Selain itu, juga memudahkan akses ke layanan keuangan bagi masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau," kata Erik.

Hanya saja, transaksi digital juga memiliki sisi negatif, di mana bisa membuat ketergantungan sehingga akan menimbulkan masalah jika terjadi gangguan teknis. Dampak negatif lainnya, yakni risiko kebocoran data dan penipuan digital.

"Ditambah masyarakat yang belum melek digital atau tidak memiliki akses ke teknologi bisa tertinggal," terang Erik.

Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah diharapkan dapat memperluas dan meningkatkan kualitas infrastruktur internet di seluruh Indonesia dan meningkatkan literasi digital melalui edukasi dan pelatihan yang luas bagi masyarakat dan pelaku usaha.

Indra, praktisi dan juga direktur utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC), perusahaan merchant aggregator, mengakui pangsa pasar transaksi digital terutama pengunaan QRIS pada UMKM dan pedagang kecil sangat besar.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) atau pembayaran kode QR tumbuh signifikan yakni mencapai 226, 54% secara tahunan (year on year/yoy) pada Juni 2024 dengan pengguna mencapai 50, 50 juta.

jumlah merchant yang menjual produk/jasanya secara luring dan daring mencapai 32,71 juta pada Juni lalu. Jumlah tersebut bertambah dibandingkan Mei lalu dengan 32, 25 juta merchant.

"Based data itu, kampanye transaksi digital on the track. Artinya toko mulai merasakan manfaat dari QRIS dalam transaksi pembayaran, ini sangat positif untuk ekonomi Indonesia," ujarnya.

Indra mengatakan Seluruh stakeholder dan perusahaan yang bergerak dibidang transaksi digital perlu melakukan sosialisasi yang sama masifnya dan perlu dibarengi dengan kreativitas dan inovasi.

Contoh inovasi dilakukan perusahaannya dalam produk Posku Lite untuk pembayaran melalui QRIS pada komunitas UMKM adalah memberikan insentif pendampingan literasi keuangan, seminar dan workshop digital marketing, dan insentif lainnya selama menjadi mitra.

Beberapa di antarnya adalah bermitra dengan komunitas Tamado Grop di Sumatera untuk menjangkau UMKM di Pematang Siantar, Kabupaten Samosir, Aceh, Bali dan beberapa tempat lainnya.

PT TDC juga berkolaborasi dengan Forum Kewirausahaan Pemuda (FKP) Banten Bersama dan ABC Esport untuk mendongkrak laju pertumbuhan transaksi digital di Provinsi Banten melalui kegiatan Tour ABC Esport . “Ini merupakan bagian dari kampanye kami dalam rangka mendukung Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) yang diinisiasi Bank Indonesia pada 2014,” lanjut Indra.

Indra menyarankan perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang Manajemen Mutu, ISO 37001:2016 Tentang Sistem Manajemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang Sistem Keamanan Informasi.

“Bentuk sederhana implementasi dari ISO itu adalah quick respon terhadap masukan dari pengguna (merchant) yang datang dari berbagai saluran informasi. ISO ini juga pertahanan diri dari kemungkinan terjadinya kebocoran data,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement