Senin 01 Jul 2024 19:04 WIB

Rupiah Menguat Awal Pekan Ini, Didorong Sentimen Inflasi AS dan Indonesia

Rupiah menguat 54 poin atau 0,33 persen menjadi Rp 16.321 per dolar AS.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Teller menghitung uang dolar AS di kantor cabang Bank Muamalat.
Foto: Dok Republika
Teller menghitung uang dolar AS di kantor cabang Bank Muamalat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan pada awal pekan Senin (1/7/2024). Pengamat menilai hal itu terjadi seiring dengan melandainya inflasi Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.

Dikutip dari Bloomberg, mata uang rupiah menguat 54 poin atau 0,33 persen menjadi Rp 16.321 per dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (1/7/2024). Sebelumnya pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (28/6/2024) rupiah menguat di level Rp 16.375 per dolar AS.

Baca Juga

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan sejumlah sentimen yang memengaruhi penguatan mata uang Garuda, baik sentimen eksternal maupun sentimen internal. Serta prediksinya bahwa pada Selasa (2/7/2024), mata uang Garuda akan melanjutkan penguatan.

“(Sentimen eksternal) data menunjukkan indeks harga pengeluaran konsumen pribadi (PCE) AS, ukuran inflasi pilihan The Fed, tidak berubah pada bulan lalu, dan mengikuti kenaikan 0,3 persen yang tidak direvisi pada April. Dalam 12 bulan hingga Mei, indeks harga PCE meningkat 2,6 persen setelah naik 2,7 persen pada April,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Senin (1/7/2024).

Ibrahim mengatakan, menyusul data inflasi, dana berjangka Fed sedikit meningkatkan kemungkinan pelonggaran pada September menjadi sekitar 67 persen dari sekitar 65 persen pada akhir Kamis, menurut perhitungan LSEG (London Stock Exchange Group).

“Pasar juga memperkirakan antara satu atau dua kali penurunan suku bunga sebesar 25 bps setiap tahunnya pada tahun ini,” tuturnya.

Dia melanjutkan, Ketua The Fed Jerome Powell akan menyampaikan pidatonya pada Selasa, sedangkan risalah pertemuan The Fed bulan Juni akan dirilis pada Rabu. Selain itu, data nonfarm payrolls untuk bulan Juni akan dirilis pada Jumat.

“Selain data ekonomi, pelaku pasar juga fokus pada politik AS. Kandidat Presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump melontarkan rentetan serangan palsu terhadap Presiden Joe Biden dalam debat kampanye pertama mereka di Atlanta, dengan dolar menguat karena Biden beberapa kali tersandung kata-katanya pada awal debat. Perdebatan tersebut meningkatkan kemungkinan Trump menjadi presiden dan penerapan tarif impor,” jelasnya.

Sentimen eksternal lainnya yakni pembacaan indeks manajer pembelian pemerintah dan swasta memberikan isyarat yang berbeda terhadap perekonomian. Data pemerintah yang dirilis pada Ahad menunjukkan sektor manufaktur China menyusut untuk bulan kedua berturut-turut pada Juni. Namun sebaliknya, pembacaan PMI swasta pada Senin menunjukkan sektor ini berkembang pada laju tercepat dalam tiga tahun. Data yang beragam ini membuat para pedagang tidak yakin mengenai bagaimana pemulihan ekonomi di China akan berjalan.

Sementara itu, sentimen internal yang memengaruhi penguatan rupiah datang dari faktor terkendalinya inflasi Indonesia. Tercatat tingkat inflasi Indonesia pada Juni 2024 mencapai 2,51 persen secara year on year (yoy). Pada Juni 2024 terjadi deflasi 0,08 persen atau terjadi penurunan IHK menjadi 106,28 pada Juni 2024.

Deflasi ini terjadi dua bulan secara berturut-turut. Sebagai pengingat tingkat inflasi Indonesia pada Mei 2024 mencapai 2,84 persen (yoy). Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan April sebesar 3 persen. Saat itu terjadi deflasi 0,03 persen pada Mei 2024 secara bulanan.

“Presiden Joko Widodo mengapresiasi kinerja dan sinergitas antara Bank Indonesia bersama Pemerintah Pusat dan Daerah di dalam Tim Pengendalian Inflasi di Tingkat Pusat dan Daerah (TPIP/TPID) untuk mengendalikan inflasi, sehingga inflasi terkendali pada sasaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai target yang ditetapkan di tahun 2024,” jelasnya.

Namun, Ibrahim melanjutkan, Presiden Joko Widodo mengingatkan untuk tetap waspada dan berhati-hati dengan memonitor secara langsung pergerakan harga pangan di lapangan. Hal itu mengingat adanya risiko dampak perubahan iklim global yang berpotensi mengganggu produksi pangan nasional dan dapat merembet kepada kenaikan inflasi.

Sedangkan, untuk memperkuat pengendalian inflasi ke depan, pemerintah harus memperkuat produksi pangan melalui optimalisasi pemanfaatan infrastruktur pengairan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, mengakselerasi penerapan teknologi berbasis riset dalam mendukung digitalisasi pertanian (smart agriculture).

Selain itu juga mendorong investasi untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian, memutakhirkan sistem dan infrastruktur logistik yang terintegrasi untuk mendukung kelancaran distribusi dan efisiensi rantai pasok antardaerah. Serta memperkuat sinergi dan koordinasi antarlembaga, di tingkat pusat dan daerah untuk mendukung upaya pengendalian inflasi.

Dengan menilik tren rupiah baru-baru ini serta berbagai sentiment yang memengaruhinya, Ibrahim memprediksi rupiah akan melanjutkan penguatan pada perdagangan Selasa (2/7/2024).

“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.270 per dolar AS-Rp 16.350 per dolar AS,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement