Kamis 20 Jun 2024 19:20 WIB

Rupiah Tidak Meroket, Pengamat Ingatkan Warga Jangan Kendor Berinvestasi

Investasi di saat rupiah melemah bisa ke pasar modal, obligasi, tanah, dan emas.

Teller menghitung mata uang Dolar AS di kantor cabang Bank Muamalat Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Kamis (30/5/2024). Nilai mata uang Rupiah terhadap dolar melemah hingga mencapai Rp16.250 di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang semakin berkurang.
Foto: Dok Republika
Teller menghitung mata uang Dolar AS di kantor cabang Bank Muamalat Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Kamis (30/5/2024). Nilai mata uang Rupiah terhadap dolar melemah hingga mencapai Rp16.250 di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang semakin berkurang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah makin serius menanggapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kamis sore, Presiden Joko Widodo memanggil Komite Stabilitas Sektor Keuangan, ke Istana. Komite yang berisikan Menkeu Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kepala Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, dan pejabat lainnya untuk membahas langkah langkah penguatan nilai tukar rupiah.

Kemarin, rupiah memang makin dekat ke teritori Rp 16.600 per dolar AS. Melihat situasi itu, pengamat makroekonomi dan keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menganjurkan masyarakat yang memiliki dana lebih untuk tetap berinvestasi menyikapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Baca Juga

“Ini memang pilihan, tergantung persepsi risiko masing-masing. Kalau berani risiko, investasi saham dan investasi lain,” kata Abdul Manap Pulungan di Kabupaten Badung, Bali, Kamis.

Menurut dia, saat ini merupakan momentum yang pas untuk membeli saham ketika sejumlah emiten yang melantai di bursa sedang tak bergairah.

Saham yang potensial dilirik, lanjut dia, saham blue chip atau saham yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar namun saat ini harganya menurun.

Meski begitu, ia menyarankan calon investor perorangan  untuk memikirkan investasi di saham dalam jangka yang panjang yakni lima hingga 10 tahun.

“Yang ideal itu memang membeli saham sewaktu (harga) turun saat ini, nanti dijual 5-10 tahun mendatang. Jangan dijual saat naik cuma lima persen, itu sama dengan trading bukan investasi,” katanya.

Selain saham, sejumlah dana bisa diarahkan untuk membeli properti atau aset tanah termasuk tanah produktif misalnya sawah atau perkebunan yang memberikan hasil. Namun, investasi tanah, kata dia, tidak bisa langsung likuid ketika memerlukan dana dalam keadaan mendesak.

Selanjutnya, imbuh dia, investasi dengan membeli emas apabila ingin berinvestasi jangka panjang yakni di atas 10 tahun. Harga per gram emas Antam saat ini sudah tergolong tinggi yakni mencapai Rp1.355.000 atau naik Rp6.000 dibandingkan pada Rabu (19/6) yang berpotensi jadi pilihan untuk investasi jangka panjang.

Kemudian, investasi di surat utang negara (SUN) atau surat berharga negara (SBN) yang minim risiko dan dijamin negara. Meski imbal hasil tidak besar, namun investasi di segmentasi surat berharga itu memberi dampak psikologis yang positif kepada masyarakat.

“Secara psikologis, pendapatan masuk ke rekening dari SBN. Secara tidak langsung, walau pun kecil (imbal hasil), sebenarnya ada dampak psikologis, dari pada uang ditempatkan di rekening yang tidak menghasilkan apa-apa,” katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement