Senin 17 Jun 2024 13:43 WIB

Survei: Global Khawatir Penggunaan AI dalam Produksi Berita

Laporan mencatat responden merasa lebih nyaman dengan penggunaan AI di balik layar.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Kekhawatiran global mengenai penggunaan AI dalam produksi berita serta misinformasi semakin meningkat. (ilustrasi)
Foto: Huffingtonpost
Kekhawatiran global mengenai penggunaan AI dalam produksi berita serta misinformasi semakin meningkat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan yang diterbitkan oleh Reuters Institute for the Study of Journalism menemukan ada kekhawatiran global mengenai penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam produksi berita serta misinformasi yang semakin meningkat. Laporan menunjukkan, konsumen curiga terhadap penggunaan AI untuk membuat konten berita, terutama untuk topik sensitif seperti politik.

Laporan Berita Digital Tahunan tersebut diterbitkan, pada Senin (17/6/2024), dengan dilakukan survei terhadap hampir 100 ribu orang di 47 negara, atau sekitar 2.000 orang di setiap negara. Laporan itu memberikan gambaran tentang hambatan yang dihadapi media dalam meningkatkan pendapatan dan mempertahankan bisnis.

Baca Juga

Berdasarkan survei tersebut, 52 persen responden di AS dan 63 persen responden di Inggris mengatakan mereka merasa tidak nyaman dengan berita yang sebagian besar dihasilkan oleh AI. Laporan mencatat responden merasa lebih nyaman dengan penggunaan AI di balik layar untuk membuat pekerjaan jurnalis lebih efisien.

“Sangat mengejutkan melihat tingkat kecurigaan ini. Orang-orang pada umumnya memiliki ketakutan tentang apa yang mungkin terjadi pada keandalan dan kepercayaan konten,” kata Nic Newman, peneliti senior di Reuters Institute dan penulis utama Digital News Report, dikutip dari Reuters, Senin (17/6/2024). 

Kekhawatiran terhadap konten berita palsu online meningkat tiga poin persentase dibandingkan tahun lalu, dengan 59 persen responden survei mengatakan mereka khawatir. Angka ini lebih tinggi di Afrika Selatan dan Amerika, masing-masing sebesar 81 persen dan 72 persen, karena kedua negara tersebut mengadakan pemilu tahun ini, kata laporan itu.

Tantangan lain yang dihadapi organisasi berita adalah keengganan khalayak untuk membayar langganan berita. Menyusul pertumbuhan selama pandemi ini, 17 persen responden di 20 negara mengatakan bahwa mereka membayar untuk berita online, angka yang tidak berubah selama tiga tahun terakhir.

Sebagian besar pelanggan berita di AS juga cenderung membayar potongan harga karena uji coba atau promosi, dengan 46 persen membayar kurang dari harga penuh langganan mereka.

Beralih ke Alternatif

Influencer berita memainkan peran yang lebih besar dibandingkan organisasi media arus utama dalam menyampaikan berita kepada pengguna platform online populer seperti TikTok.

Dalam survei terhadap lebih dari 5.600 pengguna TikTok ditemukan bahwa mereka menggunakan aplikasi ini untuk mencari berita, 57 persen mengatakan mereka lebih memperhatikan kepribadian individu, dibandingkan 34 persen yang mengatakan mereka terutama mengikuti jurnalis atau merek berita.

“Temuan ini menunjukkan redaksi perlu membangun hubungan langsung dengan audiens mereka dan juga menggunakan platform secara strategis untuk terhubung dengan orang-orang yang lebih sulit dijangkau, seperti audiens yang lebih muda. Kami melihat bahwa para influencer ini memiliki peran yang lebih besar di platform ini,” kata Newman.

Vitus ‘V’ Spehar, pembuat konten TikTok dengan 3,1 juta pengikut adalah salah satu tokoh berita yang dikutip oleh beberapa responden survei. Spehar dikenal karena gaya uniknya dalam menyampaikan berita utama harian sambil berbaring di lantai di bawah meja. Yang sebelumnya ia katakan kepada Reuters dimaksudkan untuk menawarkan perspektif yang lebih lembut tentang peristiwa terkini dan kontras dengan pembawa berita tradisional yang duduk di sebuah meja.

Digital News Report mensurvei orang-orang di AS, Inggris, Perancis, Argentina, dan Brasil, dan meminta mereka menyebutkan tiga akun utama atau alternatif yang mereka ikuti untuk mendapatkan berita.

Laporan tersebut mencatat bahwa 10 orang teratas yang dikutip oleh responden di AS paling dikenal karena memberikan komentar politik dibandingkan pengumpulan berita asli. Tokoh-tokoh tersebut termasuk Tucker Carlson, mantan pembawa acara Fox News, Joe Rogan, pembawa acara podcast teratas di Spotify, dan David Pakman, pembawa acara radio bincang-bincang progresif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement