REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- PT Dirgantara Indonesia (DI) dan PT Intercrus Aero Indonesia menyepakati kerja sama untuk mengembangkan mobil terbang, lewat penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara keduanya di Gedung Pusat Management (GPM) PT DI Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/6/2024).
Kerja sama yang dilakukan antara PT DI dan PT Intercrus Aero Indonesia yang merupakan start-up bidang penelitian dan pengembangan, serta manufaktur pesawat Vertical Take-Off and Landing (VTOL) elektrik pada sektor Advanced Air Mobility (AAM) ini, meliputi soal pengembangan, sertifikasi, manufaktur dan komersialisasi produk AAM, yang bernama Pesawat Intercrus Sola.
"Dasarnya adalah complementary, apa yang menjadi kekuatan Intercrus dan apa yang menjadi kekuatan PT DI kita satukan, untuk kita wujudkan jadi produk nyata yang marketable," kata Direktur Utama PT DI Gita Amperiawan usai menyaksikan penandatanganan MoU.
Menurut dia, kerja sama yang ditandatangani oleh Direktur Niaga, Teknologi & Pengembangan PTDI Moh Arif Faisal, dengan Founder & CEO PT Intercrus Aero Indonesia Jeremy Hasian Saragih, mempertimbangkan berbagai potensi yang ada.
"Intercrus memiliki tim anak muda yang punya visi merancang suatu pesawat, sementara PT DI punya banyak pengalaman bidang industrial, dari desain, sertifikasi, hingga produksinya, termasuk terkait pembiayaan. Bersama-sama kita akan lakukan penetrasi market," ujarnya.
Pesawat Intercrus Sola, diinformasikan, merupakan pesawat Vertical Take-Off Landing (VTOL) elektrik dengan kapasitas empat penumpang dan memiliki daya angkut 1.200 kg, yang akan memungkinkan perjalanan 9-10 kali lebih cepat dibandingkan mobil, dengan kemampuan jarak tempuh 100 km di area perkotaan, serta kecepatan maksimal 150 km/jam.
"Produk yang akan dikembangkan bersama PT Intercrus Aero Indonesia ini dapat membantu mengatasi masalah kemacetan lalu lintas di wilayah metropolitan, mengurangi waktu transit dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Hal ini juga tentunya dapat memberikan nilai tambah teknologi dan peningkatan kemampuan engineering PTDI," ucap Gita.
Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam proyek tersebut, kata Gita, akan banyak dan tinggi, karena ekosistem manufaktur mulai dari desain hingga materialnya dilakukan di dalam negeri.
"Produksi di sini pasti, hanya seberapa banyak komponen impor harus kita tekan," tuturnya.
Sementara itu, Founder & CEO PT Intercrus Aero Indonesia Jeremy Hasian Saragih mengatakan, pihaknya menyambut baik kerja sama dengan PT DI yang akan membuat inovasi mereka menjadi nyata.
Jeremy mengatakan pihaknya kini sedang melakukan finalisasi desain prototype yang rencananya disertifikasi oleh Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub dan secara bertahap akan diproses sertifikasi oleh Federal Aviation Administration (FAA).
"Dengan adanya kerja sama ini kami dapat mengembangkan penawaran penerbangan otonom untuk penumpang di daerah perkotaan," ujarnya.
Penggunaan di IKN Jeremy menyebut dalam jangka panjang moda transportasi mobil terbang ini, nantinya dapat digunakan di kota-kota besar di seluruh Indonesia termasuk IKN, sebagai taksi misalnya.
"Untuk jangka panjang bisa digunakan di seluruh kota di Indonesia, tapi untuk pilot project kita coba ke IKN karena mereka sudah punya plan untuk menerapkan Advanced Air Mobility," tuturnya.
Di lokasi yang sama, Direktur Niaga, Teknologi & Pengembangan PTDI Moh Arif Faisal mengatakan AAM yang tengah dikembangkan PT DI dan PT Intercrus Aero Indonesia berpotensi dapat digunakan di IKN.
"Itu sangat terbuka, belum dipilih produk mana yang akan digunakan di sana, sehingga ini jadi kesempatan. Bukan kami saja, tapi dengan yang lain," katanya.
Tak hanya di IKN, Arif juga mengatakan mobil terbang ini juga nantinya memungkinkan untuk dapat digunakan di kawasan wisata seperti di Bali.
Dan jika melihat dari potensi pasar, Arif menilai potensinya sangat terbuka dan diperkirakan hingga 2050 di Indonesia membutuhkan 1.300 unit.
"Di sini kami jawab tantangan itu," tuturnya.