Kamis 25 Apr 2024 16:21 WIB

CORE Prediksi Inflasi 2,5-3,5 Persen pada 2024 Jika Harga BBM Naik

Harga minyak internasional menurun dan pemerintah tak menaikkan harga BBM.

Pemudik mengisi BBM di salah satu SPBU di tol Trans Jawa (ilustrasi)
Foto: Pertamina Patra Niaga
Pemudik mengisi BBM di salah satu SPBU di tol Trans Jawa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024 apabila pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama pertalite.

“Hitung-hitungan kami, jika pemerintah tidak menaikkan harga pertalite, maka laju inflasi 2024 akan mencapai 2,5-3,0 persen. Tetapi, jika menaikkan harga yang mereka atur (barang yang diatur pemerintah), terutama harga BBM, lebih spesifik lagi harga pertalite, dan mungkin juga harga tarif dasar listrik, misalnya mungkin di level daerah ada tarif PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), maka inflasi mungkin akan bisa antara 2,5-3,5 persen,” ungkap Research Director of Macroeconomics CORE Indonesia Akbar Susanto dalam "CORE Quarterly Review 2024: Tantangan Ekonomi di Tengah Transisi Pemerintahan" secara virtual di Jakarta, Kamis (24/4/2024).

Baca Juga

Kendati demikian, CORE Indonesia menganggap angka 3,5 persen masih relatif terkendali karena Bank Indonesia (BI) cenderung menetapkan target inflasi antara 3 persen plus minus 1.

Berdasarkan data historis, lanjut dia, kenaikan inflasi bakal menurunkan konsumsi rumah tangga secara signifikan pada tiga bulan pertama, terutama ketika terjadi kenaikan drastis. Sesudah itu, angka inflasi secara perlahan akan mengalami penurunan hingga bulan ke-20.

“Contoh, kalau pemerintah menaikkan harga pertalite, maka nanti akan diikuti oleh kenaikan drastis dari harga-harga, dan konsekuensinya adalah konsumsi pada tiga bulan pertama akan turun. Sesudahnya, penurunan itu akan terus berlanjut meskipun pelan-pelan sampai bulan ke-20. Artinya, ini konsekuensi agak panjang, dua bulan itu kan lebih dari 1 tahun,” ujarnya.

Ada sejumlah faktor yang membuat pemerintah berpotensi menaikkan harga BBM. Salah satunya ialah eskalasi antara Iran dengan rezim Israel yang semakin meruncing, karena akan meningkatkan harga minyak internasional dan mempengaruhi pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Sebaliknya, jika eskalasi konflik mereda, maka harga minyak internasional menurun dan pemerintah tak menaikkan harga BBM.

"Paling tidak dari faktor itu. Kalaupun nanti menaikkan, berarti dari faktor yang lain,” kata Akbar.

Berdasarkan hitung-hitungan sederhana, di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah menetapkan harga BBM sebesar 82 dolar Amerika Serikat (AS) per barel. Apabila nanti harga minyak internasional melambung tinggi di atas 82 dolar AS, maka ada alasan dari pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Namun, jika kenaikan harga di kisaran ketetapan harga tersebut, kemungkinan harga BBM tidak jadi naik.

“Apa kemungkinan lain pemerintah bisa menaikkan harga BBM selain kenaikan harga minyak internasional? Salah satunya adalah jika pemerintah punya kebijakan, terutama pemerintah baru, untuk menghemat pengeluaran dan digunakan untuk hal-hal yang mereka janjikan di dalam kampanye. Itu mungkin terjadi,” ucap dia.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement