REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) telah menerima mandat surat utang korporasi (obligasi korporasi) senilai Rp 53,17 triliun dari 48 penerbit selama periode kuartal I 2024. Dari sisi nilai, Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/4/2024) mengungkapkan sektor perbankan tertinggi dengan sebanyak lima perusahaan berencana menerbitkan surat utang korporasi senilai Rp 7,65 triliun.
Lalu, lima perusahaan sektor pertambangan dengan rencana penerbitan senilai Rp 5,6 triliun, disusul empat perusahaan sektor konstruksi dengan rencana penerbitan senilai Rp 4,5 triliun.
Kemudian, terdapat empat perusahaan sektor multifinance dengan rencana penerbitan senilai Rp 4,5 triliun, disusul dua perusahaan sektor pembiayaan non- multifinance dengan rencana penerbitan senilai Rp 4,0 triliun.
Berdasarkan jenis surat utang, Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) obligasi tertinggi dengan nilai Rp 21,67 triliun, disusul obligasi senilai Rp 19,12 triliun, PUB sukuk senilai Rp 8,23 triliun, Medium Term Note (MTN) senilai Rp 2,53 triliun, dan sukuk Rp 1,59 triliun.
Dari mandat yang masuk, ia menjelaskan Pefindo telah melakukan pemeringkatan terhadap 82,4 persen dari seluruh surat utang yang diterbitkan selama periode Januari-Maret 2024 tersebut.
“Tujuan penggunaan dana sebagian besar adalah untuk modal kerja sebesar 56,5 persen dan refinancing sebesar 31,2 persen,” ujar Suhindarto.
Berdasarkan institusi, perusahaan swasta (non-BUMN) masih mendominasi dengan rencana penerbitan surat utang senilai Rp 30,22 triliun, sedangkan BUMN dan anak perusahaan atau BUMD berencana melakukan penerbitan senilai Rp 22,95 triliun.
Suhindarto menjelaskan bahwa prospek penerbitan surat utang korporasi di Indonesia cenderung akan positif pada tahun ini, didorong oleh berbagai faktor.
Berbagai faktor pendorong tersebut, di antaranya aktivitas sektor riil yang terjaga, kondisi wait and see yang cenderung menurun, dan adaptasi strategi korporasi dalam menghadapi kondisi suku bunga yang higher for longer.
Selain itu, katanya lagi, adanya kebutuhan refinancing tahun 2024 yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2023, fasilitas pembiayaan dari perbankan cenderung memiliki tenor pendek, serta adanya prospek penurunan suku bunga acuan pada semester II 2024.