REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan, mengembalikan inflasi ke sasarannya harus tetap menjadi prioritas setiap negera. Meski tren inflasi menggembirakan, namun dinilai belum mencapai target.
"Yang agak mengkhawatirkan adalah kemajuan menuju target inflasi terhenti sejak awal tahun. Ini mungkin merupakan kemunduran sementara, namun ada alasan untuk tetap waspada," kata IMF dalam keterangannya yang dilansir, Rabu (17/4/2024).
Dijelaskan, sebagian besar kabar baik mengenai inflasi datang dari penurunan harga energi dan inflasi barang. Hal terakhir ini terbantu dengan berkurangnya gesekan rantai pasokan serta penurunan harga ekspor China.
Hanya saja, disebutkan, harga minyak akhir-akhir ini meningkat sebagian karena ketegangan geopolitik dan inflasi jasa yang masih sangat tinggi. Pembatasan perdagangan lebih lanjut terhadap ekspor China juga dapat mendorong inflasi barang.
IMF pun menilai, perekonomian global yang tangguh juga menutupi perbedaan mencolok antarnegara. Kinerja Amerika Serikat (AS) yang kuat baru-baru ini mencerminkan pertumbuhan produktivitas dan lapangan kerja kuat, namun juga permintaan yang kuat dalam perekonomian yang masih terlalu panas.
Ini dinilai perlu pendekatan yang hati-hati dan bertahap terhadap pelonggaran oleh Federal Reserve. Sikap fiskal yang tidak sejalan dengan keberlanjutan fiskal jangka panjang juga menjadi perhatian khusus.
"Hal ini meningkatkan risiko jangka pendek terhadap proses disinflasi, serta risiko stabilitas fiskal dan keuangan jangka panjang bagi perekonomian global. Sesuatu harus diberikan," kata IMF.