REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di akhir perdagangan Rabu (17/4/2024) merosot dipengaruhi sentimen risk-off di pasar akibat memanasnya konflik di Timur Tengah, yakni antara Iran dan Israel. Kurs rupiah ditutup melemah 44 poin atau 0,28 persen menjadi Rp 16.220 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 16.176 per dolar AS.
"Kembali memanasnya konflik geopolitik di Timur Tengah setelah Iran menyerang Israel telah membuat banyak investor menjadi risk-off dan lebih memilih aset-aset safe-haven, menyebabkan aliran modal keluar dari pasar-pasar negara berkembang, termasuk Indonesia," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede di Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Selain itu, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang tetap solid, dengan inflasi tahunan meningkat, klaim pengangguran menurun, dan penjualan ritel menguat. Hal tersebut mengindikasikan penundaan pemotongan suku bunga kebijakan bank sentral AS atau The Fed, juga dikenal sebagai suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama (higher-for-longer). Josua menuturkan pasar kini berekspektasi The Fed baru akan mulai memotong suku bunga pada September 2024.
Pada Selasa (16/4), bank sentral China atau People's Bank of China (PBoC) juga memberi isyarat untuk membiarkan Yuan melemah (weakening fixing), yang berdampak pada pasar keuangan di wilayah Asia.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Rabu turun ke level Rp 16.240 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 16.176 per dolar AS.