Rabu 03 Apr 2024 16:31 WIB

Restrukturisasi Berakhir, OJK Sebut Risiko NPL Masih Terjaga

Tren restrukturisasi kredit terus mengalami penurunan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae.
Foto: Tangkapan Layar
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menuturkan potensi kenaikan risiko kredit yang tergolong Non-Performing Loan (NPL) masih terjaga baik walaupun restrukturisasi kredit Covid-19 berakhir.

“Berdasarkan hasil evaluasi dan laporan uji ketahanan perbankan menjelang berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19, potensi kenaikan risiko kredit yang tergolong NPL dan ketahanan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik,” kata Dian Ediana Rae di Jakarta, Selasa (3/4/2024).

Baca Juga

Ia menyatakan, pihaknya telah melakukan berbagai survei dan analisis terkait kondisi industri perbankan, perkembangan perekonomian Indonesia pascapandemi, serta dampak Covid-19 terhadap sektor riil sebelum memutuskan untuk mengakhiri kebijakan restrukturisasi kredit tersebut pada 31 Maret lalu.

Pihaknya pun berkesimpulan industri perbankan sudah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus tersebut. Dian mengatakan, kebijakan restrukturisasi kredit tersebut sangat penting dalam menopang kinerja debitur yang sebagian besar merupakan pelaku UMKM, industri perbankan, serta sektor perekonomian nasional secara umum.

“Jadi OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini sudah memiliki daya tahan yang kuat atau resilient dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik,” ucapnya.

Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang sedang berjalan, tren restrukturisasi kredit terus mengalami penurunan, baik menurut outstanding maupun jumlah debitur, dan diiringi oleh peningkatan pencadangan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) bahkan melebihi periode sebelum pandemi.

Angka kredit restrukturisasi Covid-19 terus menurun dari Rp 251,21 triliun dengan 977 ribu nasabah pada Januari 2024 menjadi Rp 242,80 triliun dengan 943 ribu nasabah pada Februari 2024. Menurutnya, hal tersebut mencerminkan kesiapan industri perbankan yang sebenarnya telah kembali pada kondisi normal sebelum pandemi.

“Ini tentu bisa dikatakan merupakan success story ya dan tentu saja dari bagian dari success story ini adalah bagaimana pemerintah dan rakyat Indonesia dapat bersama-sama mengatasi persoalan-persoalan yang timbul karena wabah Covid-19 tersebut,” ujar Dian.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement