Rabu 21 Feb 2024 22:27 WIB

BI Perkuat Dua Bidang Ini untuk Pastikan Inflasi Tetap Terkendali

Kebijakan moneter dan inovasi instrumen untuk tingkatkan efektivitas terus diperkuat

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Tangkapan Layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Foto: Tangkapan Layar
Tangkapan Layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memastikan respons kebijakan moneter dan inovasi instrumen untuk meningkatkan efektivitas kebijakan terus diperkuat. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan inflasi tetap terkendali dan nilai tukar rupiah tetap stabil.

"Dalam kaitan ini, berbagai instrumen moneter pro market yang telah diterbitkan selama 2023 yaitu SRBI, SVBI, dan SUVBI terus dioptimalkan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Bulanan BI Februari 2024, Rabu (21/2/2024). 

Dia menjelaskan instrumen tersebut tetap dioptimalkan untuk menggantikan instrumen moneter sebelumnya reverse repo. Instrumen tersebut tidak dapat diperdagangkan di pasar uang dan pasar valas. 

Hingga 20 Februari 2024, Perry menyebut posisi instrumen SRBI sebesar Rp 391,82 triliun, SVBI sebesar 1,89 miliar dolar AS, dan SUVBI sebesar 265 juta dolar AS. Perry memastikan, penerbitan SRBI, SVBI, dan SUVBI mampu memperkuat pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri.

"Perkembangan ini tercermin dari kepemilikan nonresiden pada instrumen SRBI yang mencapai Rp 88,55 triliun," ucap Perry.

Ke depan, lanjut dia, berbagai inovasi instrumen yang telah diterbitkan diharapkan dapat terus memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia. Khususnya memperkuat ketahanan dari dampak rambatan global.

BI mencatat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Januari 2024 tercatat sebesar 2,57 persen secara tahunan. Angka tersebut menurun dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,61 persen sehingga tetap berada dalam kisaran 2,5 plus minus satu persen. 

"Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2024 tetap akan rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus satu persen," tutur Perry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement