Rabu 21 Feb 2024 11:04 WIB

Ekonom: BI Masih Perlu Pertahankan Suku Bunga

BI diproyeksikan masih akan mempertahankan suku bunga acuan.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI).
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) diproyeksikan masih akan mempertahankan suku bunga acuan pada Februari 2024. BI pada hari ini (21/2/204) akan mengumumkan hasil rapat dewan gubernur (RDG) bulanan Februari 2024.

"Dilihat dari dinamika terkini, ketahanan perekonomian domestik dan kemungkinan penurunan suku bunga The Fed yang lebih rendah dalam waktu dekat, kami memandang BI perlu mempertahankan BI Rate pada level enam persen pada rapat dewan gubernur BI bulan ini," kata Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, Rabu (21/2/2024).

Baca Juga

Dia menjelaskan, saat ini inflasi tetap terjaga mendekati target baru sebesar 2,5 persen. Hal itu dengan tekanan inflasi terdekat kemungkinan berasal dari kenaikan pengeluaran pada beberapa libur akhir pekan panjang dan harga menjelang musim Ramadhan.

Meskipun sedikit terdepresiasi selama sebulan terakhir, Riefky menyebut rupiah kini berada pada kisaran Rp 15.650 per dolar AS setelah pemilu. Dari sisi eksternal, The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakannya dan mengindikasikan penurunan suku bunga kemungkinan akan ditunda.

Meskipun tidak ada tekanan dari inflasi, Riefky menegaskan, dalam menjaga perbedaan imbal hasil yang memadai antara obligasi Pemerintah Indonesia dan obligasi AS sangat penting untuk mencegah arus keluar modal dan menjaga nilai tukar rupiah tetap terkendali. "Mempertahankan BI Rate mungkin merupakan sikap paling bijak dalam Rapat Dewan Gubernur mendatang," ucap Riefky.

Meskipun ketidakpastian pemilu membayangi pasar Indonesia dan keputusan The Fed yang menahan suku bunga acuannya serta mengisyaratkan tidak terburu-buru menurunkan suku bunga, Indonesia masih mencatatkan aliran modal masuk. Aliran modal masuk dalam jumlah kecil ke obligasi dan pasar saham tercatat sebesar 150 juta dolar AS.

"Hal itu didorong oleh arus masuk saham sebesar 770 juta dolar AS, sementara terdapat arus keluar obligasi sebesar 230 juta dolar AS antara pertengahan Januari 2024 hingga pertengahan Februari 2024," ungkap Riefky.

Arus modal keluar dari pasar obligasi domestik telah mendorong naik imbal hasil Surat Utang Pemerintah Indonesia tenor 1 tahun dari 6,66 persen pada pertengahan Januari 2024 menjadi 6,70 persen pada pertengahan Februari 2024. "Terjadinya arus modal keluar ini kemungkinan dipengaruhi bergesernya konsensus pasar akan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed," jelas Riefky.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement