Selasa 30 Jan 2024 21:30 WIB

ESDM Sebut tak Diajak Koordinasi Soal Kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor

Penetapan besaran pajak juga memperhatikan aspek kesiapan infrastruktur.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Lida Puspaningtyas
Mengawali tahun 2024, Pertamina Patra kembali menjalankan komitmennya untuk melakukan evaluasi harga jual BBM non subsidi atau jenis bahan bakar umum (JBU) secara berkala.
Foto: Pertamina Patra Niaga
Mengawali tahun 2024, Pertamina Patra kembali menjalankan komitmennya untuk melakukan evaluasi harga jual BBM non subsidi atau jenis bahan bakar umum (JBU) secara berkala.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengaku Kementerian ESDM tak diajak diskusi soal kebijakan kenaikan pajak kendaraan bermotor. Padahal, soal kendaraan BBM adalah sektor energi, yang mana rantai pasok BBM berada di bawah pengawasan ESDM.

"Belum sempat konsultasi ke kami. Secara resmi kami tidak pernah berdiskusi, berkomunikasi tentang hal tersebut. Akhirnya kami mengambil sikap ke Kemendagri dan Kementerian Keuangan tentang kendala-kendala itu. Karena itu berhubungan dengan sektor kami, sektor migas dalam mendistribusikan BBM." kata Tutuka di Kementerian ESDM, Selasa (30/1/2024).

Baca Juga

Menurut Tutuka, harusnya penetapan besaran pajak juga memperhatikan aspek kesiapan infrastruktur dari stakeholder lain. Jika tidak, maka implementasinya justru akan merugikan masyarakat.

"Tapi kami membeberkan dampaknya besar. Itu harus consider dalam mengambil keputusan," tegas Tutuka.

Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada Pasal 24 beleid tersebut, tarif PBBKB ditetapkan sebesar 10 persen. Khusus untuk Tarif PBBKB bagi kendaraan umum ditetapkan 50 persen dari tarif PBBKB kendaraan pribadi.

Secara teknis, kata Tutuka ini akan menyulitkan badan usaha niaga, dalam hal ini pengusaha SPBU. Operasional SPBU hingga hari ini juga belum dikoordinasikan terkait kebijkana ini.

"Kemudian juga secara hukum itu antara wajib pajak dan wajib pungut. Dalam sekarang ini kan wajib pajak mau dimasukan. Siapa yang disebut wajib pajak, definisi itu harus jelas," kata Tutuka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement