REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Balai Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kalimantan Tengah (Kalteng) terus mengawal pertanaman jagung, singkong dan padi yang menjadi bagian pengembangan Food Estate. Menurut Akhmad Hamdan Kepala BSIP Kalteng, kondisi pertanaman menunjukkan hasil baik.
Indikatornya, lahan Food Estate Gunung Mas mampu memproduksi jagung hingga 6,5 ton per hektar. Meskipun ini adalah tanaman awal, Hamdan menyebutkan keberhasilan ini mestinya bisa mematahkan keraguan dan isu kegagalan Food Estate.
“Lahan Food Estate ini memang berbeda dengan di Jawa, karenanya kita harus treatment dengan teknologi yang sesuai. Para ahli agronomi, irigasi hingga ahli tanah di Kementan turun ke lapangan bekerja. Kami memulai segalanya dengan perencanaan tanam yang matang,” jelas Hamdan.
Hamdan menambahkan jenis tanah berpasir memang berbeda dengan tanah tempat lain yang sudah kaya unsur hara tanah, tapi dengan teknologi pertanaman modern, Kementan melakukan pemupukan dan irigasi secara efisien. Teknologi ini menjadi salah satu teknologi mutakhir dalam bidang irigasi yang telah berkembang di hampir seluruh dunia.
“Banyak negara di dunia yang telah menerapkan teknologi ini. Teknologi ini hemat air, tenaga dan waktu. Jadi jangan heran kalo di Food Estate kok sepi saja. Mana petaninya, ya teknologi modern makin efisien,” sambungnya.
Hamdan meyakini 600 hektar lahan Food Estate Gunung Mas tertangani dengan baik, dan Kementan akan terus bekerja di lapangan. Pemilihan jenis tanaman untuk dilakukan rotasi pun akan terus diujicobakan.
“Tanaman singkong butuh waktu lama, kalau melihat sekarang pasti kelihatan masih kecil. Tapi itu bukan stunting. Tanaman masih muda yang pasti masih kecil. Kita lihat beberapa bulan kedepan hasilnya. Jadi mohon jangan dikomentari dulu. Ahli pertanian kami sedang bekerja,” tambah Hamdan.
Sebagai informasi, selain di Gunung Mas area food estate yang dikembangkan pemerintah berada pula di kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Di lokasi tersebut telah dikembangkan sistem irigasi dan infrastruktur lainnya yang mendukung bagi lahan pertanian. Lahan intensifikasi dan ekstensifikasi tersebut telah berhasil dan mampu meningkatkan provitas padi hingga 5,5 ton per hektar.
“Food Estate ini memang butuh waktu, apalagi ini lahan baru. Jangan bermimpi instan. Sekali olah langsung hasilnya besar. Perlu bekerja terus dan tidak banyak omong seperti LSM dan politisi yang tidak paham. Indonesia butuh lahan pertanian baru karena penduduk akan terus bertambah tiap tahunnya,” tutupnya.