REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf R Manilet mengatakan perkembangan cadangan devisa Indonesia pada 2024 akan terpengaruh oleh pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melambat dan harga komoditas yang diperkirakan melandai.
"Yang juga akan ikut mempengaruhi cadangan devisa di tahun ini secara langsung maupun tidak langsung adalah kondisi harga komoditas yang diperkirakan akan kembali melandai di tahun ini seiring dengan proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global," kata Yusuf kepada ANTARA di Jakarta, Senin (22/1/2024).
Pertumbuhan cadangan devisa penting untuk menjaga ketahanan mata uang rupiah dalam mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makro dan sistem keuangan di dalam negeri.
Harga minyak mentah pada 2024 diperkirakan akan sedikit menurun sejalan dengan penurunan permintaan konsumsi industri dan energi.
Sementara itu untuk produksi batu bara kemungkinan akan melebihi permintaan terutama dengan menurunnya permintaan dari Tiongkok sebagai salah satu konsumen terbesar batu bara global.
"Selain itu transisi ke energi bersih juga saya pikir akan ikut mengurangi konsumsi batu bara terutama konsumsi batu bara di sektor energi dan manufaktur," ujarnya.
Kelemahan ekonomi Tiongkok juga akan ikut mempengaruhi harga logam dasar yang tentu akan ikut mempengaruhi harga nikel secara umum. Kondisi yang sama juga diproyeksikan pada harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang berpotensi akan mengalami penurunan pada 2024.
Ia menuturkan kondisi ekonomi global dipengaruhi oleh beberapa kinerja negara-negara utama seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan juga Tiongkok.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada 2024 diproyeksikan akan sedikit terkoreksi. Meskipun demikian, probabilitas resesi di negara tersebut relatif lebih menurun jika dibandingkan dengan pencapaian tahun lalu.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Eropa diperkirakan mempunyai sinyal lebih positif pada 2024 jika dibandingkan dengan 2023. Penurunan tingkat inflasi yang lebih cepat terjadi pada tahun lalu dan kondisi tersebut dapat mempercepat kebijakan pelanggaran moneter oleh European Central Bank pada 2024.
Yusuf memprediksi penurunan inflasi juga akan mendorong sektor jasa dan manufaktur untuk pulih lebih cepat.
Meskipun demikian, dorongan pertumbuhan dari sisi ekspor diperkirakan relatif masih berjalan lebih lemah sejalan dengan lebih rendahnya permintaan impor terutama dari Tiongkok dan Amerika Serikat yang menjadi negara tujuan utama ekspor negara-negara Uni Eropa.
Tiongkok diproyeksikan juga masih akan berhadapan pada kondisi yang tidak begitu baik terutama dalam konteks perlambatan ekonomi yang dipengaruhi oleh krisis properti yang relatif masih berlanjut.
Posisi cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar 146,4 miliar dolar AS pada akhir Desember 2023, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2023 yang sebesar 138,1 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa di Desember itu setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor dan 6,5 bulan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Kondisi ini sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan pencapaian di bulan sebelumnya di mana posisi cadangan devisa setara 6,3 bulan impor dan 6,1 bulan impor untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah," ujarnya.
Capaian cadangan devisa tersebut juga berada di atas standar kecukupan yang disepakati secara internasional yaitu sebesar tiga bulan impor.