REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia akan menjadi pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara dalam segi volume dan terbesar kedua dalam segi nilai penjualan (antara 26 miliar–30 miliar dolar AS) pada 2035.
EY-Parthenon Indonesia Partner, Anugrah Pratama, menjelaskan, karena besarnya potensi pasar Indonesia, pelaku industri dalam rantai nilai kendaraan listrik harus mulai mengambil tindakan untuk menangkap potensi yang ada. EY telah memetakan empat faktor untuk semua pelaku industri.
"Seperti, memanfaatkan pengalaman sektor mereka dan menjadikannya lebih relevan sebagai keunggulan di pasar kendaraan listrik baru," kata Anugrah.
Misalnya, pelaku industri penambangan batu bara memanfaatkan keahlian pertambangan, produsen otomotif lama yang memanfaatkan pemahaman luas tentang perilaku pelanggan dan kekuatan mereknya, dan lain-lain.
Faktor selanjutnya adalah skalabilitas di mana para pelaku industri harus kreatif dalam meluncurkan produk dan layanan terkait kendaraan listrik. Kemudian kemampuan untuk mengelola pertumbuhan yang pesat.
Lalu faktor pendanaan untuk mengatasi akuisisi pelanggan awal yang tinggi dan pemanfaatan awal. Faktor terakhir, mengamankan keunggulan teknologi.
Berdasarkan pandangan Anugrah terhadap perkembangan industri kendaraan listrik di Indonesia saat ini, ada enam langkah strategis yang harus dilakukan para pelaku industri agar memiliki kekuatan bersaing.
Pertama, visi dan proposisi nilai yang jelas dengan mengartikulasikan secara jelas ambisi kendaraan listrik dan faktor pembedanya. Kedua, strategi go-to-market dan bisnis yang menarik, yang tertanam dalam rencana pertumbuhan mereka.
Ketiga, kemitraan strategis yang kuat dengan membangun rantai pasokan yang tangguh dan peluang kolaboratif. Keempat, pendekatan pembiayaan yang sesuai.
Kelima, data dan strategi digital yang tepat untuk mengelola operasional dan mengintegrasikan ekosistem kendaraan listrik. Terakhir, mematuhi peraturan dan kebijakan yang ada.