Jumat 05 Jan 2024 06:30 WIB

Core: Asimetri Data Pertanian Merugikan Konsumen dan Petani

Ketiadaan data dapat dimanfaatkan oleh para pencari renten untuk keuntungan pribadi.

Petani membawa hasil panen padi di persawahan kawasan Minggir, Sleman, Yogyakarta, Selasa (5/12/2023).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petani membawa hasil panen padi di persawahan kawasan Minggir, Sleman, Yogyakarta, Selasa (5/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian menilai perlunya dukungan basis data pertanian yang kuat. Terutama data yang valid dan terbaru untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi stok pangan di dalam negeri.

Dia menekankan bahwa data pertanian dibutuhkan tidak hanya di tingkat produksi tetapi juga sepanjang rantai pasok komoditas pangan. "Struktur pasar pertanian yang cenderung oligopsoni dan oligopoli, dapat menciptakan asimetris informasi yang merugikan konsumen dan petani," kata dia di Jakarta, Kamis (4/1/2024).

Baca Juga

Kemudian, ketiadaan data dapat dimanfaatkan oleh para pencari renten (rent seeker) untuk keuntungan pribadi. Sehingga hal itu memicu spekulasi yang dapat meningkatkan harga secara artifisial dan mengakibatkan inflasi.

"Ini bisa menyebabkan asimetris informasi yang dapat merugikan konsumen dan petani sebagai produsen. Ketiadaan data mengundang para rent seeker untuk mengambil keuntungan, memicu upaya spekulasi sehingga harga naik," kata Eliza.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan harga beras yang kini dipengaruhi oleh perubahan iklim Super El Nino secara global telah terkendali berkat implementasi strategi cadangan beras nasional. Presiden Jokowi memastikan situasi kenaikan harga beras di Indonesia tidak sedrastis yang terjadi di negara lain, berkat strategi pengendalian pasokan di gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) di berbagai daerah.

 

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement