Sabtu 30 Dec 2023 21:09 WIB

BPH Migas: Perlu Manajemen Persediaan Penuhi Cadangan Operasional BBM

Diperlukan kebijakan yang mendukung kepastian alokasi gas bumi bagi pelaku usaha.

Sejumlah pengendara motor antre untuk melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite di SPBU Adau Migas Kalbar di Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Selasa (13/9/2022). PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan menjamin ketersediaan stok BBM bersubsidi untuk wilayah Kalimantan Barat sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh Pemerintah bersama Badan Pengatur Hilir Minyak dan gas (BPH Migas) sehingga masyarakat diharapkan tetap membeli BBM sesuai dengan kebutuhan karena stok mencukupi.
Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang
Sejumlah pengendara motor antre untuk melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite di SPBU Adau Migas Kalbar di Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Selasa (13/9/2022). PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan menjamin ketersediaan stok BBM bersubsidi untuk wilayah Kalimantan Barat sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh Pemerintah bersama Badan Pengatur Hilir Minyak dan gas (BPH Migas) sehingga masyarakat diharapkan tetap membeli BBM sesuai dengan kebutuhan karena stok mencukupi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati mengungkapkan perlunya manajemen "inventory" (persediaan) untuk bisa memenuhi target cadangan operasional bahan bakar minyak (BBM) yang diharapkan bisa mencapai 23 hari pada tahun 2024 mendatang.

Cadangan operasional BBM telah diatur dalam Peraturan BPH Migas Nomor 9 Tahun 2020 di mana pada 2024 nanti, cadangan operasional badan usaha ditetapkan selama 23 hari.

Baca Juga

"Namun berdasarkan evaluasi BPH Migas, masih terdapat kendala badan usaha untuk implementasinya. Diperlukan manajemen inventory BBM dari sisi badan usaha yang dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam penyediaan pasokan BBM dengan pertimbangan cost pelaku usaha, namun dengan tetap menjamin security of supply," katanya di Kabupaten Bogor, Sabtu (30/12/2023).

Erika mengungkapkan hasil evaluasi tersebut dihimpun dalam stakeholders gathering yang digelar BPH Migas bersama para badan usaha migas.

Sedangkan pada sektor gas bumi, dari forum diskusi didapatkan kesimpulan keberadaan infrastruktur gas bumi eksisting masih dapat dikembangkan secara optimal menyusul fakta bahwa gas bumi merupakan jembatan dalam transisi energi.

"Diperlukan kebijakan yang mendukung kepastian alokasi gas bumi bagi pelaku usaha dan keterjaminan pengembalian investasi," katanya.

Erika menuturkan, menjamin keadilan dan ketahanan energi untuk masyarakat bukanlah hal yang mudah. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau yang sulit dijangkau, belum terkoneksinya infrastruktur pipa gas bumi yang menghubungkan antara pasokan dan permintaan  serta belum meratanya lembaga penyalur BBM yang dapat menjangkau masyarakat, menjadi kendala utama penyediaan energi di Indonesia.

Hingga 28 Desember 2023, realisasi penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) minyak solar mencapai 17,64 juta KL atau 102,69 persen dari total kuota sebesar 17 juta KL.

Sementara itu, realisasi penyaluran JBT minyak tanah sebesar 0,489 juta KL atau mencapai 97,89 persen dari kuota 0,500 juta KL. Sedangkan realisasi Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite sebesar 29,77 juta KL atau 91,43 persen dari kuota 32,56 juta KL.

Selain itu, dalam pembangunan infrastruktur gas bumi, saat ini telah mencapai 22.478,62 km atau 103 persen dari target 21.900 km yang meliputi panjang pipa transmisi sepanjang 5.360,46 km; pipa distribusi sepanjang 6.241,03 km; dan pipa jargas sepanjang 10.877,13 km.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement