Jumat 29 Dec 2023 17:39 WIB

Sayap-Sayap Patah Merpati Airlines

Merpati Airlines merupakan satu dari tujuh BUMN yang memang ditargetkan ditutup.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Merpati Airlines.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra EXIF Data :
Merpati Airlines.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terbang pertama kali pada 6 September 1962, Merpati Airlines, salah satu maskapai kebanggaan Indonesia tak bisa lagi mengangkasa akibat pailit.

Merpati Airlines bukan maskapai kacangan. Catatan sejarah menunjukan bahkan pada 1970, Merpati Airlines merupakan satu-satunya maskapai Indonesia yang mampu menjelajah rute internasional dan bekerja sama dengan berbagai maskapai asing seperti Japan Airlines, Qantas, Lufthansa hingga China Airlines. Bermodal hibah pesawat dari TNI Angkatan Udara, Merpati yang semula hanya melayani penerbangan jarak dekat dan pelosok Indonesia, menjadi maskapai kelas dunia asal Indonesia. 

Baca Juga

Badai pailit datang pada 2007. Merpati terlilit utang hingga 1 juta dolar AS. Mulai dari utang bahan bakar hingga pengadaan pesawat yang disebut sarat akan korupsi. Februari 2014, Merpati dinyatakan berhenti terbang. Hal ini karena seluruh kinerja operasional perusahaan sudah tak lagi mampu menopang.

Pada 2018, Republika sempat berdiskusi dengan jajaran direksi Merpati. Saat itu, Presiden Direktur Merpati Airlines, Asep Ekanugraha sempat optimistis Merpati akan kembali terbang pada 2019.

Asep mengaku ada banyak kesalahan dan persoalan masa lalu yang membuat Merpati berhenti beroperasi. Ia yakin Merpati akan menjadi maskapai baru yang bisa menjadi tumpuan dan citra negara.

Asep tak menampik persoalan kerugian keuangan yang saat itu harus ditanggung Merpati adalah kesalahan yang menumpuk dan menahun. Persoalan insefisiensi, kualitas pesawat hingga persoalan manajemen menjadi persoalan mengakar sehingga perusahaan harus berhenti beroperasi.

"Ini culture sickness yang kami tentu jadi belajar. Kami tentu tidak ingin jika //culture ini kembali hidup jika merpati kembali terbang," ujar Asep di Jakarta, Ahad (11/11/2018).

Asep juga tak menampik persoalan rute perjalan dan persoalan inefisiensi menjadi persoalan yang memperburuk kondisi perusahaan sehingga perusahaan bahkan tidak mendapatkan pemasukan dan terus merugi. Ia mengatakan, hingga dua tahun terakhir sebelum perusahaan berhenti beroperasi, perusahaan tidak bisa menggaji para pegawai.

"Hal hal ini yang kemudian membuat kami belajar agar ke depan kami tidak melakukan kesalahan yang sama," ujar Asep.

Asep mencatat, kerugian hingga utang kepada kreditur sendiri mencapai Rp 10,7 triliun. Angka yang tidak sedikit ini membuat perusahaan perlu mengambil keputusan untuk berhenti beroperasi dan melakukan restrukturisasi.

Namun, kedepan kata Asep langkah restrukturisasi yang dilakukan Merpati pertama adalah melepas dua anak usahanya yaitu Merpati Training Centre dan Merpati Maintance Service berdiri sendiri.

Pada 2019, pemerintah sempat membantu restrukturisasi Merpati Nusantara Airlines, bisnis kargo menjadi langkah awal maskapai tersebut kembali beroperasi. Dalam mengembangkan bisnis kargo, Merpati mendapatkan pinjaman delapan pesawat dalam operasionalnya. 

Direktur Utama Garuda Indonesia kala itu, Ari Askhara, mengatakan Garuda Indonesia Group akan meminjamkan pesawat tersebut kepada Merpati. "Pesawatnya dari kita semua. Saat ini ada tiga armada kargo, dia konversi dari Citilink yang tadinya stand by dengan kapasitas 12 ton," kata Ari, Rabu (16/10/2019).

Namun semua menjadi asa. Utang Merpati terus menggulung dan restrukturisasi tak berjalan sesuai target. Akhirnya Merpati ditetapkan pailit pada Juni tahun 2022 oleh Pengadilan Negeri Surabaya. 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, Merpati Airlines merupakan satu dari tujuh BUMN yang memang ditargetkan untuk ditutup. Ia telah menugaskan Danareksa dan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA untuk memperbaiki perusahaan yang kurang baik, melikuidasi perusahaan yang memang sudah harus dilikuidasi, terlebih perusahaan yang sudah lama tidak beroperasi.

Pengadilan telah menunjuk hakim pengawas serta kurator yang akan menjalankan proses kepailitan Merpati Airlines. Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta debitur oleh kurator. Sedangkan, kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang memiliki izin sebagai kurator yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur di bawah pengawasan hakim pengawas.

Direktur Utama PPA Yadi Jaya Ruchandi mengatakan, PPA telah menjalankan amanat untuk melakukan penyelesaian pemasalahan Merpati Airlines yang selama ini belum terselesaikan. "Pembatalan homologasi tersebut akan memberikan kepastian hukum atas Merpati Airlines yang sudah tidak beroperasi sejak 2014," kata Yadi.

Yadi menjelaskan, Merpati Airlines sudah tidak beroperasi sejak 2014 dan sertifikat pengoperasian atau air operator certificate (AOC) yang merupakan syarat utama maskapai untuk terbang telah dicabut pada 2015. 

Dalam Perjanjian Perdamaian yang disahkan Pengadilan Niaga Surabaya pada 14 November 2018, lanjut Yadi, disepakati pembayaran kepada pihak ketiga termasuk penyelesaian pesangon karyawan akan mulai dilakukan setelah Merpati beroperasi kembali. Namun, Yadi mengatakan, sampai dengan pembatalan homologasi, satu-satunya calon investor yang menyatakan diri berminat tidak mampu menyediakan pendanaan. Merpati Airlines tercatat memiliki kewajiban sebesar Rp 10,9 triliun dengan ekuitas negatif Rp 1,9 triliun per laporan audit 2020.

"Dengan dibatalkannya perjanjian homologasi, kewajiban Merpati Airlines kepada pihak ketiga termasuk pesangon kepada eks-karyawan akan diselesaikan dari penjualan seluruh aset Merpati Airlines melalui mekanisme lelang sesuai dengan penetapan pengadilan dengan memperhatikan keadilan bagi seluruh pihak," kata Yadi yang juga berharap seluruh pihak dapat menghormati dan mendukung proses hukum yang berlangsung.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement