Rabu 13 Dec 2023 14:19 WIB

BEI Optimitis IHSG Mampu Tembus Level Tertinggi Baru di 2024

Rekor tertinggi yang pernah tercapai di level 7.300-an.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Lida Puspaningtyas
Pengunjung mengamati data saham melalui aplikasi IDX Mobile. BEI proyeksi IHSG bisa capai level tertinggi pada 2024.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung mengamati data saham melalui aplikasi IDX Mobile. BEI proyeksi IHSG bisa capai level tertinggi pada 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu mencetak rekor level tertinggi baru pada 2024. IHSG sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa pada 2022 lalu dikisaran 7.300.

"Kami di Bursa tidak pernah melakukan proyeksi IHSG secara detail. Tapi kalau melihat dari kondisi yang ada, rekor yang pernah tercapai di level 7.300-an, kami optimistis bisa dilalui pada 2024," kata Kepala Divisi Riset BEI, Verdi Ikhwan, Rabu (13/12/2023).
 
Verdi mengakui, pergerakan indeks akhir-akhir ini cukup tertekan. Setelah sempat menorehkan rekor tertinggi baru pada 2022 lalu, indeks kini cenderung bergerak mendatar atau flat di sekitar level 7.000.
 
Menurut Verdi, pelaku pasar dan investor beberapa waktu terakhir menahan untuk tidak masuk ke pasar saham karena menanti berbagai momentum penting, mulai dari perkembangan kebijakan suku bunga hingga penyelenggaraan pemilu.
 
Secara year to date (ytd), IHSG baru hanya mampu membukukan pertumbuhan sebesar 3,45 persen. Pada pertengahan November, IHSG bahkan sempat jatuh ke kisaran level 6.500 sebelum kembali menguat ke level 7.100 pada awal Desember.
 
Meski demikian, lanjut Verdi, kinerja IHSG ini masih lebih baik dibandingkan mayoritas bursa di negara kawasan regional. Sebut saja Thailand yang sampai saat ini membukukan penurunan indeks hingga lebih dari 17 persen.
 
"Indonesia termasuk diantara bursa global yang mengalami pertumbuhan," ujar Verdi. 
 
Dari sisi sektor, Verdi melihat sektor perbankan dan properti akan cukup menarik di tahun depan. Proyeksi tersebut mempertimbangkan faktor bank sentral AS yang tidak akan agresif menaikkan suku bunga.
 
"Kalau terjadi penurunan suku bunga, sektor yang diuntungkan adalah terkait dengan perbankan karena penyaluran kredit akan meningkat. Sektor properti juga meningkat karena penjualan rumah meningkat," kata Verdi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement