REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palu, Sulawesi Tengah, menyebutkan lonjakan harga komoditas cabai rawit dari Rp 50 ribu menjadi Rp 120 ribu per kilogram di pasaran karena adanya gangguan produksi terkait faktor alam.
"Lonjakan harga akibat stok berkurang karena produksi petani berkurang akibat cuaca," kata Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Kota Palu Adriani di Palu, Ahad (3/12/2023).
Ia menjelaskan pedagang memperoleh komoditas cabai dari petani dengan harga tinggi akibat gagal panen sehingga harga di pasaran mengalami lonjakan drastis.
Biasanya pedagang menjual cabai rawit di kisaran Rp 50 ribu hingga Rp 70 ribu per kilogram, saat ini harga mengalami peningkatan tajam menjadi Rp 95 ribu hingga Rp 120 ribu per kilogram.
"Untuk saat ini langkah yang dilakukan pemerintah yakni memantau ketersediaan cabai jangan sampai kosong di pasar, kami tidak bisa mengintervensi harga karena kondisi ini dipengaruhi faktor alam," ujarnya.
Menurut dia, fluktuasi harga tidak terlepas dari kondisi dimana ketika terjadi kekurangan stok di tingkat pedagang maka harga meningkat, begitu pun sebaliknya saat stok melimpah harga turun.
Oleh sebab itu, dalam menjaga keberadaan bahan pokok di pasaran pemerintah daerah (pemda) melakukan pemantauan seluruh komoditas pangan utama mulai dari tingkat distributor hingga pedagang guna menjaga stabilitas harga, supaya komoditas tertentu mengalami lonjakan tidak mempengaruhi komoditas lainnya.
"Selain melakukan pemantauan harga, pemda juga melakukan intervensi melalui pasar murah, dan langkah ini dinilai sangat membantu masyarakat memperoleh komoditas dengan harga yang wajar," tutur Adriani.
Menurut pemantauan instansi terkait, selain cabai, harga beras juga masih mengalami lonjakan dan saat ini berada di kisaran harga Rp 15 ribu per kilogram.
"Kebijakan pengendalian harga perlu keterlibatan para pihak, di antaranya Bulog maupun distributor. Pemerintah sulit bergerak sendiri tanpa dukungan pihak-pihak terkait," kata dia.