Selasa 07 Nov 2023 13:08 WIB

Industri Pengolahan Tumbuh 5,2 Persen di Tengah Penurunan Daya Beli

Kontribusi industri pengolahan terhadap PDB masih jadi tertinggi

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Tangkapan layar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, kinerja industri pengolahan semakin meningkat pada kuartal III 2023.
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Tangkapan layar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, kinerja industri pengolahan semakin meningkat pada kuartal III 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, kinerja industri pengolahan semakin meningkat pada kuartal III 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, pada periode ini sektor industri pengolahan tumbuh 5,20 persen secara tahunan atau year on year (yoy), melampaui pertumbuhan ekonomi yang sebesar 4,94 persen pada periode sama.

Disebutkan, kontribusi industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional juga masih menjadi yang tertinggi dan meningkat menjadi 1,06 persen dari 0,99 persen pada kuartal III 2022.

“Di tengah penurunan daya beli dan melemahnya nilai tukar rupiah yang memengaruhi produksi, industri pengolahan masih terus berkontribusi terhadap perekonomian nasional," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi, Selasa (7/11/2023).

Menperin menyebutkan, kontribusi industri pengolahan terhadap PDB seharusnya bisa jauh lebih tinggi. Ini dapat terjadi apabila beberapa masalah yang solusinya bergantung Kementerian atau Lembaga lain bisa diselesaikan. Sebagai contoh, program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang tidak berjalan baik. 

Ia mengatakan, masih banyak industri peserta program HGBT mendapatkan gas guna bahan baku dan energi di atas 6 dolar AS per MMBTU. Selain masalah harga, pasokannya pun dinilai tidak lancar. 

Itu berdampak terhadap daya saing produk, permintaan, utilisasi, dan tenaga kerja. Maka akhirnya, program HGBT yang tidak berjalan baik ini telah ikut menekan pertumbuhan industri manufaktur.

Contoh kedua, kata Agus, pengetatan arus masuk barang impor belum optimal. Saat ini pasar domestik telah dibanjiri barang impor baik yang masuk secara legal maupun ilegal. 

Banjirnya pasar dalam negeri oleh produk impor telah berdampak terhadap permintaan produk manufaktur, utilitasi industri, dan tenaga kerja industri. Lemahnya ketegasan dan koordinasi antar Kementerian/Lembaga juga memiliki andil terhadap derasnya arus barang impor masuk ke pasar domestik.

“Contoh ketiga, pertumbuhan sektor industri pengolahan bisa meningkat jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional apabila Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, maupun BUMN/BUMD memaksimalkan realisasi belanja Produk Dalam Negeri," jelas dia.

Ia menambahkan, jika pemerintah bisa memaksimalkan belanjanya untuk membeli produk dalam negeri maka pertumbuhan industri manufaktur akan jauh lebih tinggi dan kontribusinya terhadap PDB nasional jauh lebih besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement