REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar saham berpotensi menguat dalam sepekan ke depan. Dikutip dari Weekly Mutual Funds Update, Senin (6/11/2023), tim riset Infovesta mengatakan, pergerakan IHSG mendapat pengaruh dari sentimen domestik maupun global.
Dari domestik, rilis data PMI S&P Global Manufaktur pada Oktober mengalami penurunan. Lemahnya permintaan dari dalam dan luar negeri, akibat dari sisi produsen menaikan harga jual produk serta telah terjadi perlambatan aktivitas bisnis membuat PMI manufaktur melambat.
"Meskipun telah terjadi perlambatan manufaktur, PMI Manufaktur masih di level optimisnya," tulis tim riset Infovesta dalam ulasannya.
Dari global, China merilis data PMI Manufaktur turun ke level 49,5 poin, PMI Servis turun menjadi 50,4 poin dan PMI Komposit turun menjadi 50,0 poin. Indikasi perlambatan ekonomi China masih berlanjut tecermin pada aktivitas bisnis yang masih lambat dan daya beli yang turun.
AS merilis data PMI S&P Global Manufaktur pada Oktober naik menjadi 50 poin. Sedangkan PMI Manufaktur ISM turun menjadi 46,7 poin. AS mencatat penurunan permintaan baik dari pasar domestik maupun luar negeri. Produksi juga menurun akibat perlambatan laju lapangan pekerjaan.
"Hal ini menjadi katalis positif untuk investor di bursa Wall Street maupun pasar saham Indonesia khususnya sejak awal November karena diekspektasikan dapat meredam laju inflasi yang berasal dari biaya jasa," kata tim riset Infovesta.
Untuk itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) diproyeksi masih akan melanjutkan penguatan dalam sepekan ke depan. Investor dapat mencermati sektor keuangan dan properti dengan saham yang mempunyai valuasi menarik.
Sebagai informasi, dalam sepekan terakhir IHSG bergerak naik dengan menguat sebesar 0,44 persen ke level 6.788,85. Investor asing mencatatkan jual bersih atau net sell mencapai Rp 2,53 triliun dengan sahamsaham yang banyak dilepas antara lain BBCA dan ASII.