REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan sektor jasa keuangan Indonesia telah mampu menghadapi berbagai gejolak yang sedang terjadi di tingkat global, salah satunya kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka waktu lama atau higher for longer.
“Sektor jasa keuangan terjaga stabil dalam menghadapi peningkatan ketidakpastian global, yang ditunjukkan oleh terjangan gaya permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai dan profil risiko yang terjaga,” ujar Mahendra dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Oktober 2023 di Jakarta, Senin (30/10/2023).
Selain itu, lanjutnya, sektor jasa keuangan nasional telah mampu menghadapi meningkatnya tensi geopolitik di tingkat global, salah satunya genosida yang sedang terjadi di Timur Tengah oleh Israel.
“Risiko geopolitik global semakin meningkat seiring konflik di Gaza antara Israel dan Hamas yang berpotensi mengganggu ekonomi dunia secara signifikan, terutama jika terjadi eskalasi di Timur Tengah yang lebih luas,” ujar Mahendra.
Mahendra menjelaskan, membaiknya pasar tenaga kerja dan inflasi yang tetap persisten tinggi di Amerika Serikat (AS), telah mendorong meningkatnya aksi jual (share off) pasar obligasi di salah satu negara ekonomi terkuat dunia tersebut.
Kemudian, kenaikan imbal hasil obligasi AS (yield US Treasury) telah meningkatkan capital outflow atau keluarnya modal dari pasar negara berkembang (emerging market) termasuk Indonesia, serta mendorong pelemahan pada nilai tukar dan pasar obligasi yang cukup signifikan.
“Volatilitas di pasar keuangan, baik saham, obligasi dan nilai tukar dalam tren yang meningkat” ujar Mahendra.
Namun demikian, Ia mengingatkan bahwa kinerja sektor korporasi dalam negeri masih relatif baik, yang tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur yang terus berada di zona ekspansi dan neraca perdagangan yang tetap mencatatkan surplus.
Di sisi lain, lanjutnya, bahwa daya beli masyarakat masih dalam kondisi tertekan, yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun dan kinerja penjualan ritel yang rendah.