Rabu 11 Oct 2023 00:57 WIB

Dampak Perang Israel-Palestina, Investor Beralih ke Aset Safe Haven

Konflik Timur Tengah diyakini berimbas negatif bagi pasar saham

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pramuniaga menunjukkan emas untuk investasi atau batangan. Konflik di Timur Tengah yang melibatkan Palestina dan Israel disebut akan berimbas negatif bagi pasar saham.
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Pramuniaga menunjukkan emas untuk investasi atau batangan. Konflik di Timur Tengah yang melibatkan Palestina dan Israel disebut akan berimbas negatif bagi pasar saham.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik di Timur Tengah yang melibatkan Palestina dan Israel disebut akan berimbas negatif bagi pasar saham. Meningkatnya risiko global yang diakibatkan perang tersebut membuat investor beralih ke aset safe haven.

"Biasanya kalau risiko global meningkat, investor akan beralih ke aset safe haven. Itu tidak terlalu bagus bagi pasar saham," kata Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, saat ditemui di Jakarta, Selasa (10/10/2023).

Menurut Hans, peralihan tersebut sudah mulai terlihat dari menguatnya yen Jepang. Selain itu, Hans melihat, kekhawatiran akan risiko global juga membuat harga emas menguat beberapa hari terakhir. 

Tidak hanya itu, perang di Timur Tengah biasanya juga akan berpengaruh pada harga energi terutama komoditas minyak. Dengan adanya konflik Palestina-Israel ini, upaya AS memperbaiki hubungan Arab Saudi dan Israel berpotensi gagal. 

Arab Saudi pun diperkirakan masih akan mengurangi produksi minyaknya, sehingga pasokan minyak dunia terbatas. Hal inilah yang membuat harga minyak melambungg tinggi. 

Di sisi lain, Hans menjelaskan, pasokan minyak yang terbatas ini akan berdampak kepada negara pengimpor, diantaranya India dan Indonesia. Bagi Indonesia, dampak lanjutan dari kenaikan harga minyak adalag pelemahan nilai tukar rupiah. 

"Kalau risiko global meningkat akan ada pelemahan di aset obligasi. Implikasinya membuat pasar saham cukup fluktuatif, namun ini hanya sebatas sentimen karena apa yang dikhawatirkan belum tentu terbukti," ujar Hans. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement