REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai selama ini seolah regulasi pinjaman online (pinjol) dibuat terlalu lunak. Bhima menuturkan aturan di dalam industri pinjol perlu lebih detil lagi.
"Ada indikasi pengaturan di industri pinjol tidak detil terkait dengan batas bunga pinjaman dan biaya layanan," kata Bhima dalam pernyataan tertulisnya, Ahad (8/10/2023).
Dia menyebut, sepertinya ada yang berlindung dibalik inovasi keuangan digital sehingga seolah perlindungan konsumen kerap dinomorduakan. Akibatnya, kata Bhima, pemain pinjol menetapkan bunga dan biaya layanan tergantung kesepakatan, tidak diatur secara eksplisit dalam POJK.
Celios meminta agar masalah batas atas bunga pinjol dimasukkan dalam POJK sebagai bentuk perlindungan dan literasi terhadap calon peminjam. "Sebaiknya OJK berani mengubah ketentuan dalam revisi POJK terkait dengan fintech atau membuat POJK baru yang berisi ketentuan batas maksimum bunga fintech tidak boleh lebih tinggi dari fasilitas pinjaman KTA bank yakni berkisar 10-25 persen per tahun," kata Bhima menjelaskan.
Sementara bunga pinjaman produktif sebaiknya tidak melebihi 9 persen per tahun. Selain itu, Bhima menegaskan, Celios juga meminta OJK agar menetapkan sanksi apabila perusahaan fintech melanggar ketentuan batas bunga atas.
Persoalan selain batas bunga maksimal pinjol adalah transparansi bunga disaat literasi keuangan pengguna pinjol masih cukup rendah. Bhima mengatakan, pengaturan transparansi bunga pinjaman pinjol juga penting agar menambah edukasi calon peminjam (borrower).
"Jangan ada iklan pinjol terutama di media sosial atau kontrak yang disepakati antara pinjol dengan peminjam menyebut bunga harian, karena 0,4 persen per hari kesannya kecil tapi kalau diakumulasi per tahun setara 144 persen itu mahal sekali," ungkap Bhima.
Bhima menuturkan, OJK sebaiknya mewajibkan pinjol mencantumkan bunga per annum atau per tahun. Hal itu perlu dilakukan meskipun tenor pinjol lebih pendek dibanding lembaga keuangan lain.
Saat ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melaksanakan penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). KPPU segera membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan tersebut.