Rabu 20 Sep 2023 14:28 WIB

Harga Minyak Jatuh Jelang Pengumuman Kebijakan Suku Bunga The Fed

Pasar minyak masih sangat ketat dan akan tetap demikian dalam jangka pendek.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Instalasi minyak di kilang Dangote di Lagos, Nigeria, Senin, 22 Mei 2023. Menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve AS, harga minyak turun lebih jauh dari level tertinggi 10 bulan.
Foto: AP Photo/Sunday Alamba
Instalasi minyak di kilang Dangote di Lagos, Nigeria, Senin, 22 Mei 2023. Menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve AS, harga minyak turun lebih jauh dari level tertinggi 10 bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve AS, harga minyak turun lebih jauh dari level tertinggi 10 bulan. Hal ini karena investor tidak yakin kapan puncak suku bunga akan dicapai dan seberapa besar dampaknya terhadap permintaan energi.

Seperti dilansir dari laman Reuters, Rabu (20/9/2023), harga turun meskipun terjadi penurunan stok minyak AS yang lebih besar dari perkiraan dan lemahnya produksi minyak serpih AS yang mengindikasikan terbatasnya pasokan minyak mentah pada sisa tahun ini.

Baca Juga

Patokan global, minyak mentah berjangka Brent turun sedikit di atas satu miliar dolar AS menjadi 93,33 dolar AS per barel dan terakhir turun 80 sen atau 0,8 persen, menjadi 93,54 dolar AS per barel.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS turun 0,8 persen atau 75 sen menjadi 90,45 dolar AS per barel, setelah naik ke level tertinggi 10-bulan sebesar 93,74 dolar AS per barel pada hari sebelumnya.

“Reli minyak sedikit terhenti karena setiap pedagang menunggu keputusan penting the Fed yang mungkin menentukan apakah perekonomian AS akan mengalami soft landing atau hard landing,” kata analis pasar Edward Moya.

Moya menambahkan, pasar minyak masih sangat ketat dan akan tetap demikian dalam jangka pendek. Kecuali Wall Street merasa khawatir bahwa The Fed akan mematikan perekonomian, prospek permintaan minyak mentah (hanya) akan melemah secara bertahap, tapi pasar minyak akan dengan mudah mengalami defisit pasokan sepanjang musim dingin.

Investor sedang menunggu serangkaian keputusan suku bunga bank sentral minggu ini, termasuk keputusan Federal Reserve AS pada Rabu untuk menilai prospek pertumbuhan ekonomi dan permintaan bahan bakar. The Fed diperkirakan mempertahankan suku bunganya, tapi fokusnya akan tertuju pada jalur kebijakannya, yang masih belum jelas.

Stok minyak mentah AS turun pekan lalu sekitar 5,25 juta barel, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute pada Selasa. Analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan penurunan sebesar 2,2 juta barel.

“Penurunan besar dalam persediaan minyak AS dan lambatnya produksi minyak AS telah menambah kekhawatiran pasokan yang berasal dari perpanjangan pembatasan produksi oleh Arab Saudi dan Rusia,” kata Presiden NS Trading, salah satu unit Nissan Securities Hiroyuki Kikukawa.

"Akan ada beberapa penyesuaian jangka pendek pada harga minyak karena lonjakan baru-baru ini, tapi ekspektasi untuk mencapai 100 dolar AS per barel pada Brent dan WTI pada akhir tahun ini tidak akan berubah," ujarnya.

Selain itu, pemerintah Rusia sedang mempertimbangkan untuk mengenakan bea ekspor pada semua jenis produk minyak sebesar 250 dolar AS per metrik ton--jauh lebih tinggi dari biaya saat ini--mulai 1 Oktober hingga Juni 2024 untuk mengatasi kekurangan bahan bakar, sumber mengatakan kepada Reuters pada Selasa.

Langkah tersebut dilakukan ketika produksi minyak AS dari wilayah penghasil serpih terbesar berada jalur penurunan menjadi 9,393 juta barel per hari pada Oktober, terendah sejak Mei 2023, dan setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan gabungan sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement