REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pinjaman online (pinjol) dinilai semakin meresahkan karena menyasar usia muda. Pinjol telah menjadi fenomena yang semakin umum dalam era digital, terutama di kalangan generasi muda.
Dr Tauhid Ahmad, Executive Director INDEF, mengatakan sekarang banyak usia muda terjerat pinjol, termasuk para mahasiswa yang bersikap di luar akal sehat. Bahkan akibat terjerat pinjol ini, ada yang sampai menyebabkan kematian.
“Jadi luar biasa ini fenomena gunung es hanya sedikit yang ketahuan dan ditemukan tapi di dalamnya luar biasa banyak,” kata Tauhid dalam acara bersama GajiGesa, Senin (11/9/2023).
Menurut data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), 60 persen pengguna pinjol berusia antara 19 hingga 24 tahun. Bukan untuk memenuhi kebutuhan, pemanfaatan pinjol sepertinya banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lebih dari 60 persen pinjol digunakan untuk membeli gawai, pakaian, dan tiket konser.
Para mahasiswa juga diduga terpapar informasi invesgasi online ilegal sehingga menarik informasi pinjol ilegal. Selain itu, sejumlah platform besar besar saat ini juga sangat mudah mencairkan pinjaman paylater.
Kemudahan peminjaman ini membuat para mahasiswa ganpang membeli barang konsumtif. Sementara IRT bisa karena masalah ekonomi akhirnya memakai layanan paylater yang kerap diiklankan murah, padahal berbunga tinggi.
Tauhid menjelaskan dari data Juli 2023 pada fintech peer to peer (P2P) lending, pertumbuhan outstanding pembiayaan meningkat menjadi 22,41 persen yoy dibanding Juni 2023 yakni 18,86 persen, dengan nominal mencapai Rp55,98 triliun. Jumlah yang tercatat tersebut tentunya adalah yang legal.
“Untuk yang ilegal, saya yakin jumlahnya lebih besar karena banyak yang tidak terdeteksi OJK maupun pihak regulasi lainnya,” kata dia dalam siaran pers.
Menurut data per Agustus 2023 dari Satuan Tugas Pemberantas Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PAKI), ada setidaknya 288 pinjol ilegal dengan 145 konten pinjol di website atau internet. Bukan hanya generasi muda, kalangan guru dan ibu rumah tangga (IRT) juga sudah banyak menggunakan pinjol.
Menurut Tauhid, tentu literasi pinjol menjadi urgen dilakukan karena fenomena ini sudah sangat meresahkan dan menurunkan produktivitas di lingkungan kerja. Dia menilai pada jangka panjang, akan ada risiko signifikan terhadap stabilitas keuangan generasi muda.
Mereka mungkin akan mengalami kesulitan mengelola utang yang terus meningkat jika mereka tidak memahami bagaimana suku bunga dan pembayaran bekerja.