Selasa 05 Sep 2023 11:56 WIB

OJK: Sektor Perbankan RI Tetap Tangguh Meski Ekonomi China Lemah

Non-Performing Loan (NPL) net tercatat sebesar 0,80 persen.

Tangkapan layar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dalam konferensi pers RDK OJK Februari 2023, Senin (27/2/2023).
Foto: Tangkapan Layar
Tangkapan layar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dalam konferensi pers RDK OJK Februari 2023, Senin (27/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyatakan sektor perbankan Indonesia tetap resiliens (tangguh) di tengah volatilitas pasar keuangan serta perekonomian Eropa dan China yang cenderung melemah.

“Di tengah volatilitas pasar keuangan serta perekonomian Eropa dan Tiongkok yang cenderung melemah, sektor perbankan Indonesia tetap resilient dengan fungsi intermediasi yang terjaga dan permodalan yang kuat,” ujar Dian Ediana dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Agustus 2023 secara virtual, di Jakarta, Selasa (5/9/2023).

Pada Juli 2023, kredit tumbuh sebesar 8,54 persen year on year (yoy), sehingga menjadi Rp6,68 triliun dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 11,15 persen (yoy). Jika dibandingkan Juni 2023, pertumbuhan kredit sekitar 7,76 persen.

Per jenis kepemilikan, pertumbuhan kredit bank BUMN disebut tumbuh tertinggi sebesar 9,81 persen yoy.

Secara tahunan, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juli 2023 menjadi 6,62 persen yoy dari sebelumnya 5,79 yoy, atau menjadi Rp8.064 triliun dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada giro sebesar 10,92 persen yoy.

“OJK mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas,” ujar Dian.

Pada Juli 2023, likuiditas industri perbankan dalam level yang memadai dengan rasio likuiditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) turun masing-masing menjadi 118,37 persen dari Mei 2023 sebesar 119 persen dan 26,57 persen dari Mei 2023 sebesar 26,73 persen.

Kualitas kredit juga masih terjaga dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) net sebesar 0,80 persen (Juni 2023 sebesar 0,77 persen), dan NPL gross sebesar 2,51 persen (Juni 2023 sebesar 2,44 persen).

“Sementara itu, pemulihan yang terus berlanjutan di riil mendorong penurunan kredit dari restrukturisasi COVID-19 sebesar Rp 21,91 triliun menjadi Rp 339,13 triliun (pada Juni 2023 sebesar Rp 361,04 triliun) dengan jumlah nasabah yang juga turun 90 ribu menjadi 1,48 juta nasabah dari sebelumnya adalah 1,57 juta nasabah,” ujarnya pula.

Penurunan jumlah kredit dari restrukturisasi dinilai mendorong penurunan loan at risk menjadi 12,59 persen (Juni 2023 sebesar 13,17 persen).

Adapun jumlah kredit dari restrukturisasi COVID-19 yang bersifat targeted secara segmen, secara sektor, secara industri dan daerah tertentu yang memerlukan periode restrukturisasi kredit pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024 adalah sebesar 45,5 persen dari total porsi kredit restrukturisasi COVID-19 atau sebesar Rp154,3 triliun

Untuk risiko pasar, kata Dian, juga relatif rendah ditinjau dari Posisi Devisa Neto (PDN) yang tercatat stabil rendah sebesar 1,75 persen, sementara pada Juni 2023 adalah 1,50 persen.

Selanjutnya, risiko yang terkait dengan suku bunga disebut tetap terkendali dengan inflasi domestik yang melandai, sehingga tingkat suku bunga relatif stabil.

"Untuk mengantisipasi potensi risiko yang mungkin timbul ke depan, kondisi industri perbankan tercatat ke resilient dengan capital adequacy ratio (CAR) industri perbankan sebesar 27,46 persen,” ujar dia pula.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement