REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berharap Rancangan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN) dapat segera terealisasi. Erick menyampaikan RUU BUMN akan menjadi lompatan besar dalam sinkronisasi menghadapi kompleksitas persoalan yang ada di BUMN.
"BUMN ini melayani banyak kementerian dan ini lah kenapa salah satu programnya, mudah-mudahan saya tidak tahu apakah September ini bisa goal yaitu mengenai RUU," ujar Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Erick pun berharap Komisi VI DPR melakukan pembicaraan dengan komisi lain di DPR untuk membantu akselerasi RUU BUMN. Erick menyebut RUU BUMN akan memberikan kejelasan, salah satunya soal penugasan pemerintah kepada BUMN.
"Salah satu yang kita dorong di RUU BUMN itu bagaimana penugasan harus disinkronisasikan sejak awal antara menteri yang menugaskan, Menkeu, Menteri BUMN dan terus diawasi Komisi VI," ucap pria kelahiran Jakarta tersebut.
Dengan demikian, Erick menyebut penugasan kepada BUMN menjadi lebih jelas dan tidak lagi sepotong-sepotong. Erick pun mendorong adanya kesepakatan tiga menteri secara tertulis pada setiap penugasan yang diberikan kepada BUMN.
"Program lima tahunan pemerintahan berikutnya hanya bisa dikoreksi kalau ada intervensi langsung okeh presiden, bukan intervensi masing-masing kementerian yang tentu kadang-kadang tidak menyelesaikan isu yang namanya PSN untuk menjaga pertumbuhan ekonomi kita tetapi bagaimana juga memastikan pelayanan kepada masyarakat kita," ucap Erick.
Dalam RUU tersebut, Erick juga menerangkan aturan penyertaan modal negara (PMN) yang acapkali menjadi polemik sebagai sebuah hal yang buruk. Padahal realitanya, ada dividen atau setoran BUMN kepada negara yang jumlahnya jauh lebih besar. Erick mengatakan jumlah utang BUMN yang sebesar Rp 1.600 triliun masih lebih rendah daripada modal BUMN yang mencapai Rp 3.100 triliun.
"Seakan-akan hanya disuntik terus tapi dividennya tidak dicatat. Bicara dunia usaha itu biasanya 70 persen utang, modalnya 30 persen, kalau ini sudah jelas, modalnya 65 persen, utang hanya 35 persen persen," lanjut Erick.
Kendati begitu, Erick tidak menampik jika masih ada BUMN yang kurang sehat. Erick pun sejak awal telah memetakan BUMN berdasarkan kondisinya, dari yang sehat, kurang sehat, dan sakit yang tidak bisa diselamatkan. Tak hanya BUMN, pemetaan juga dilakukan menyeluruh hingga ke anak dan cucu usaha BUMN. Erick bahkan mengeluarkan peraturan menteri (Permen) yang melarang BUMN mendirikan anak atau cucu usaha BUMN.
"Saya tutup 133 anak-cucu (BUMN), jadi mungkin nanti, Pak Wamen, bulan depan kita tutup lagi. Kalau memang BUMN yang melahirkan anak-cucu tanpa izin atau pun BUMN yang punya anak-cucu tapi menggerogoti filosofi kebersaman kita bahwa BUMN bukan menara gading tapi BUMN ekosistem membangun kebersamaan di tengah ekonomi kita yang terbuka bersama swasta UMKM atau investasi," kata Erick.