REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — PT Semen Indonesia Group (SIG) memastikan unit pabrik semen Plant Narogong yang dikendalikan anak usaha PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) bukan menjadi penyebab utama fenomena parahnya polusi di kawasan Jabodetabek akhir-akhir ini.
Pabrik Narogong, kata SIG, emisi yang dikeluarkan dari pabrik bahkan di bawah dari ambang batas yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Saya mau jawab dari perspektif apa yang sudah terinstal di pabrik, bahwa kami taat terhadap peraturan KLHK, jadi memang ada emisi di pabrik tapi sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Direktur Operasi SIG Reni Wulandari dalam sebuah diskusi bersama media kawasan Pabrik Narogong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/8/2023).
Reni menambahkan, KLHK juga dapat mengontrol secara langsung besaran emisi yang dilepas dari pabrik semen melalui sistem Continues Emission Monitoring yang telah dimiliki perusahaaan. Bila jumlah emisi yang keluar melewati ambang batas, perusahaan dipastikan mendapatkan teguran keras langsung dari pemerintah.
Adapun emisi dari pabrik semen, Reni menjelaskan, hanya keluar dari cerobong-cerobong yang terdapat di lokasi pabrik. Emisi yang dikeluarkan itu berupa debu dari proses produksi semen.
"Kalau ada debu, itu keluar dari sini (cerobong). Di setiap cerobong dipasang Continues Emission Monitoring, setiap satuan menit kita tahu berapa emisi yang keluar. Jadi, ketika ada kejadian (polusi) di Jakarta, kita mau komunikasi bahwa ini yang dilakukan pabrik semen," kata Reni menambahkan.
Ia melanjutkan, setiap kuartal pabrik-pabrik semen di bawah SIG juga melakukan pengukuran oleh pihak independen seperti universitas. Pengukuran itu dilakukan untuk mengecek kebenaran laporan dari emisi yang dilepas oleh pabrik. Kemudian, ada prosedur internal yang SIG patuhi karena perusahaan berkomitmen ketika melakukan kegiatan usaha tidak merusak lingkungan.
Sementara itu, SIG melalui pabrik Plant Narogong juga mulai menggunakan Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar pengganti batu bara yang dihasilkan dari sampah rumah tangga dan industri. Hingga saat ini sedikitnya 300 ton hingga 400 ton sampah diserap Pabrik Narogong untuk dijadikan bahan baku alternatif batu bara.
Pada tahun lalu, tercatat total 1,6 juta ton sampah berhasil diserap pabrik dan dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar. Adapun jumlah tersebut setara 18 sampai 20 persen batu bara.
Direktur Manufaktur PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) Soni Asrul Sani menyampaikan, dari segi emisi, penggunaan RDF dan batu bara tidak jauh berbeda. Namun, subsitusi penggunaan limbah sampah jauh lebih berdampak positif dalam efisiensi penggunaan batu bara yang makin lama akan habis.
Di sisi lain, pembakaran limbah sampah di pabrik juga dilakukan di ruangan tertutup dengan suhu 1.800 derajat Celcius sehingga tidak menyisakan residu. Berbeda dengan pembakaran sampah di tempat terbuka yang justru melepaskan emisi ke udara.