Senin 14 Aug 2023 11:25 WIB

Rupiah Berpotensi Melemah karena Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS

Nilaintukar rupiah pada Senin pagi 78 poin menjadi Rp 15.296 per dolar AS.

Nilaintukar rupiah pada Senin pagi 78 poin menjadi Rp 15.296 per dolar AS.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Nilaintukar rupiah pada Senin pagi 78 poin menjadi Rp 15.296 per dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan rupiah berpotensi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (14/8/2023) seiring kenaikan tingkat imbal hasil obligasi Pemerintah AS dan sentimen negatif di pasar keuangan. Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi melemah 0,51 persen atau 78 poin menjadi Rp 15.296 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.218 per dolar AS.

“Menguatnya imbal hasil obligasi AS sudah dipicu oleh penurunan peringkat utang AS dan ditambah dengan data inflasi produsen AS di akhir pekan kemarin masih menunjukkan potensi kenaikan inflasi di AS,” ujar dia saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Baca Juga

Data inflasi produsen inti AS pada Juli 2023 sebesar 2,4 persen disebut masih stabil atau belum bergerak turun dibandingkan Juni 2023 yang juga berada pada posisi 2,4 persen. Penurunan peringkat utang AS telah dilakukan pula oleh Fitch Rating sebanyak satu notch dari AAA menjadi AA+.

"Dengan naiknya imbal hasil obligasi AS, pelaku pasar bisa jadi lebih memilih aset dolar AS dibandingkan rupiah. Selain itu dengan status dolar AS (sebagai) aset aman, isu negatif di perekonomian global seperti pelambatan ekonomi China, perang, dan lain-lain, mendorong pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan masuk ke aset dolar AS yang memicu penguatan dolar AS," ungkapnya.

Adapun sentimen negatif di pasar keuangan muncul dalam berbagai berita. Sejumlah berita tersebut adalah potensi default perusahaan properti China yang tidak bisa membayar utang, tembakan peringatan kapal perang Rusia terhadap kapal kargo yang berusaha masuk ke laut hitam yang bisa memicu gangguan suplai lagi, dan ekspektasi pelambatan ekonomi China.

“Berita-berita tersebut memberikan sentimen negatif ke pasar hari ini dan tentunya sentimen bisa berubah sering dinamika pasar,” kata Ariston.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement