Senin 07 Aug 2023 22:39 WIB

Bisa Menanam Ribuan Hektare, Petani di Danau Rawapening Semringah

Petani diharapkan memanfaatkan lahan yang ada sebaik mungkin.

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi panen para petani.
Foto: dok Baznas
Ilustrasi panen para petani.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Para petani di sejumlah desa yang ada di sekitar danau Rawapening, Kabupaten Semarang semringah, mereka bisa bercocok tanam kembali di lahan yang sebelumnya terganggu akibat genangan air danau alam ini.

Menyusul kesepakatan penurunan elevasi danau Rawapening bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali- Juwana, per 1 Juni 2023 lalu, kini para petani sudah bisa bercocok tanam kembali di lahan yang sebelumnya tergenang.

Baca Juga

Di tambah susutnya air Rawapening akibat musim kamarau ini, kawasan lahan yang ditanami semakin bertambah. “Sekarang sudah ribuan hektere yang sudah ditanami,” ungkap Suwestiyono, petani di Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Senin (7/8).

Namun begitu, Suwestiyono mengakui --di balik kegembiraan para petani sekitar danau Rawapening ini-- ada kelompok yang justru merasa ‘gerah’ karena kondisi penyusutan air danau Rawapening ini.

Mereka adalah kelompok nelayan branjang dan nelayan karamba kelimpungan di tengah kondisi air danau yang menyusut dan terjadi pendangkalan ini. Karena mereka tidak bisa memasang branjang atau karamba.

Namun hal ini tidak menyurutkan para petani untuk menanam padi di lahan bekas genangan danau Rawapening. “Karena waktu kami (para petani) tidak bisa bercocok tanam selama tiga tahun akibat lahan tergenang air, mereka juga tidak ‘kasihan’ kepada kami,” jelasnya.

Ia beralasan kalau petani beralih profesi tidak bisa, namun kalau nelayan branjang dan karamba masih bisa mengganti dengan jaring. Selain itu para pemilik karamba umumnya juga bukan warga Rawapening.

Tetapi merupakan warga dari ‘luar’ Kabupaten Semarang, seperti kota Semarang dan bahkan juga ada yang dimiliki oleh orang Jakarta. “Terlebih, dibandingkan jumlah petani yang mencapai hampir 4.000-an orang, jumlah nelayan branjang ini hanya sekitar 100-an,” katanya.

Suwestiyono juga menyampaikan, kalau saat ini para petani bisa menanam padi memang itu yang sangat diharapkan. Sebab sebelumnya para petani di sekitar danau Rawapening tidak bisa menanam selama tiga tahun, akibat lahan mereka tergenang air.

Seperti petani di Desa Bejalen dan Tambakboyo (Kecamatan Ambarawa); Desa Asinan (Kecamatan Bawen); Desa Tuntang, Lopait dan Desa Kesongo (Kecamatan Tuntang); Desa Candirejo, Rowosari, Desa Rowobonidan sebagian Desa Sraten (Kecamatan Banyubiru).

Kondisi ini terjadi setelah ada proyek revitalisasi danau Rawapening oleh Pemerintah Pusat. Makanya para petani Rawapening mendesak agar BBWS selaku otoritas menurunkan elevasi air Rawapening di angka 461,30 mdpl.

Awalnya penurunan elevasi ini hanya disepakati oleh BBWS selama tiga bulan, terhitung sejak 1 Juni 2023. Namun setelah para petani kembali meminta kepada BBWS kebijakan tersebut diubah sampai batas waktu yang belum ditentukan sambal menunggu revisi kesepakatan sebelumnya.

“Inilah mengapa, sampai saat ini warga (petani) sudah bisa bercocoktanam kembali di lahan yang sebelumnya tergenang oleh danau Rawapening,” jelasnya.

Dari pantauan di lapangan, di sepanjang garis genangan danau Rawapening saat ini banyak petak- petak tanamn padi. Bahkan beberapa di antaranya juga dutanam di eks kawasan genangan yang saat ini mengalami pendangkalan. Seperti di wilayah dusun Sumurup, Desa Asinan, Kecamatan Bawen.

Seperti diberitakan sebelumnya, saat penurnan elevasi danau Rawapening menjadi kondisi yang kurang  menguntungkan bagi para nelayan di danau alam ini, sebagian warga justru mengambil berkah dari pendangkalan yang terjadi.

Mereka memanfaatkan kawasan genangan danau Rawapening yang mengalami pendangkalan untuk menanam padi. Sehingga rumpun- rumpun tanaman padi menjadi pemandangan yang jamak dijumpai di pinggiran danau Rawapening ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement