Ahad 06 Aug 2023 12:48 WIB

OJK: Penyehatan Bumiputera Masih Belum Optimal

Saat ini fokus utama pengawasan OJK adalah pemenuhan likuiditas AJBB.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
Sejumlah nasabah bersiap menyegel gedung saat menuntut pencairan klaim asuransi di Kantor AJB Bumiputera 1912, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (15/9/2022). Puluhan nasabah perwakilan dari Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, Madiun, dan Kediri mendatangi dan menyegel Kantor Bumiputera karena klaim asuransi tidak kunjung cair.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani
Sejumlah nasabah bersiap menyegel gedung saat menuntut pencairan klaim asuransi di Kantor AJB Bumiputera 1912, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (15/9/2022). Puluhan nasabah perwakilan dari Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, Madiun, dan Kediri mendatangi dan menyegel Kantor Bumiputera karena klaim asuransi tidak kunjung cair.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan masih terus melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan rencana penyehatan keuangan (RPK) Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJBB). Dari hasil pemantauan yang dilakukan, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menyebut upaya RPK AJB Bumiputera belum maksimal. 

“Hasil pemantauan pelaksanaan RPK AJBB didapati bahwa upaya AJBB dalam optimalisasi aset dan pemasaran produk asuransi sebagai alternatif pemenuhan likuiditas belum berjalan optimal,” kata Ogi, Jumat (4/8/2023). 

Ogi memastikan, saat ini fokus utama pengawasan OJK adalah pemenuhan likuiditas AJBB sebagai sumber pembayaran klaim pemegang polis. Oleh sebab itu, dia menegaskan OJK terus mendorong agar AJBB dapat berupaya lebih maksimal dalam pemenuhan likuiditas perusahaan. 

Dia menuturkan, upaya tersebut melalui optimalisasi aset maupun bisnis asuransi sebagaimana telah disampaikan dalam RPK perusahaan. “Ini dilakukan dengan tetap menerapkan tata kelola yang baik serta memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku,” ucap Ogo. 

Jika AJBB didapati tidak mampu memenuhi program yang direncanakan dalam RPK termasuk pemenuhan kewajiban kepada pemegang polis, Ogi memastikan akan meminta perusahaan tersebut melakukan evaluasi. Khususnya dengan melakukan evaluasi RPK secara menyeluruh agar penyehatan dapat berjalan. 

Ogi memastikan, OJK juga meminta manajemen melakukan evaluasi secara berkala. “Ini sebagaimana telah tercantum dalam pernyataan tidak keberatan OJK atas RPK untuk memastikan pelaksanaan RPK sesuai dengan program dan waktu yang ditetapkan oleh AJBB,” jelas Ogi. 

AJBB sebagai satu-satunya perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama di Indonesia diketahui sejak lama telah memiliki permasalahan terkait dengan defisit solvabilitas. Selain itu juga tidak terpenuhinya RKI dan likuiditas yang tidak mencukupi.

Kondisi itu membuat OJK memasukkan perusahaan tersebut dalam status pengawasan khusus dan sesuai ketentuan harus menyusun RPK. AJBB sebelumnya juga sudah beberapa kali menyampaikan RPK untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi hingga RPK terakhir di mana OJK menyatakan tidak keberatan pada 10 Februari 2023.

Pada Maret 2023, Kantor Staf Presiden menerima audiensi tujuh Bumiputera di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Kepada tim KSP, mereka meminta untuk difasilitasi agar bisa bertemu dengan pimpinan AJB Bumiputera 1912 karena tertundanya pembayaran klaim.

Koordinator pemegang polis AJB Bumiputera Fien Magiri mengaku dirinya dan para pemegang polis lain sudah 10 kali mendatangi kantor Bumiputera untuk mempertanyakan kepastian pembayaran 50 persen klaim polis yang tertunda. Hanya saja, upaya tersebut tak juga membuahkan hasil karena tidak ada satupun pihak Bumiputera yang bersedia menemui.

Pencairan klaim ini merupakan tahapan pertama pelaksanaan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang telah disetujui oleh OJK. Hal itu berdasarkan anggaran dasar dan disesuaikan dengan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dalam upaya penyelamatan terhadap pemegang polis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement