Jumat 04 Aug 2023 19:24 WIB

Sektor Ini Disebut Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Kedua

Industri mamin dan tekstil diproyeksi jadi andalan jelang tahun pemilu.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Karyawan menata produk minuman di pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (2/1/2023).
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan menata produk minuman di pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (2/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2023 sebesar 5,09 persen. Adapun proyeksi tersebut lebih tinggi dari capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2023 sebesar 5,03 persen.

Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan melihat seluruh komponen belanja mencatatkan pertumbuhan yang positif, termasuk belanja pemerintah yang sebelumnya mengalami kontraksi selama empat kuartal berturut-turut pada 2022.

Baca Juga

"Kami memperkirakan PDB akan terus tumbuh positif sebesar 5,09 persen pada kuartal II 2023 dan 4,9 persen hingga lima persen keseluruhan 2023," ujar Riefky dalam laporan Indonesia Economic Outlook Q3-2023, Jumat (4/8/2023).

 LPEM FEB UI mencatat konsumsi rumah tangga sebesar 4,54 persen pada kuartal I 2023. Adanya tren persiapan tahun Pemilu pada 2023, LPEM FEB UI memperkirakan akan terjadi peningkatan belanja konsumen sejumlah sektor, seperti industri makanan dan minuman, tekstil, manufaktur, transportasi, serta sektor jasa seperti media dan komunikasi, akomodasi, konsultasi dan profesi.

Dari sisi lain, industri perbankan Indonesia juga menunjukkan kinerja yang tetap kuat di tengah perlambatan ekonomi dan gejolak perbankan global, utamanya yang terjadi negara maju. Perbankan domestik menunjukkan kondisi yang baik ditopang oleh likuiditas yang cukup dan kualitas aset yang meningkat.

Dari sisi eksternal, meski surplus perdagangan menurun akibat normalisasi harga komoditas global, namun pasar keuangan Indonesia melanjutkan tren perbaikan pada kuartal II 2023. Adapun perbaikan tersebut didukung oleh kuatnya permintaan terhadap surat utang Indonesia, seiring selisih imbal hasil antara surat utang Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang masih relatif atraktif. 

"Hal itu menyusul mulai berkurangnya agresivitas pengetatan suku bunga acuan oleh The Fed," ucapnya.

LPEM FEB UI juga menilai tingkat cadangan devisa Indonesia masih cukup untuk mendukung ketahanan eksternal, seiring jumlahnya yang mencapai setara 6,1 bulan impor dan beban pembayaran utang luar negeri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement