REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I) Asih Karnengsih menyatakan optimismenya akan masa depan kripto di Indonesia dengan diresmikannya bursa berjangka aset kripto.
Menurutnya, peresmian Bursa, Kliring, dan Pengelola Tempat Penyimpanan (Depository) aset kripto ini membuka jalan bagi akselerasi pertumbuhan industri aset kripto domestik dalam hal pengawasan dan pengembangan produk dan jasa dalam transaksi aset kripto.
Di sisi lain, Asih menekankan pentingnya Bursa, Lembaga Kliring dan Depository untuk mempertimbangkan biaya keanggotaan dan transaksi. "Hal itu demi mempertahankan daya saing pelaku usaha lokal," kata Asih melalui keterangan tulis yang disiarkan Antara, Kamis (3/8/2023).
Menurutnya, adanya beban biaya pajak yang harus dibayarkan Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) (PPh Badan) serta pajak yang dikenakan pada pelanggan (PPN dan PPh), pengenaan biaya keanggotaan dan transaksi aset kripto pada organ penyelenggaraan pasar, diharapkan tidak akan menjadi penambahan beban bagi CPFAK atau pengenaan biaya lebih pada pelanggan.
"Hal-hal tersebut dapat mendorong berpindahnya minat pada penggunaan platform transaksi aset kripto asing atau tidak terdaftar, yang juga dapat mengakibatkan capital outflow," ungkap Asih.
Diperlukan upaya akselerasi dan intensif dari pemerintah, untuk membina pertumbuhan industri, mengingat Indonesia memiliki potensi dalam industri aset kripto yang besar untuk bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara.
Bursa kripto telah resmi diluncurkan setelah pada 17 Juli 2023 lalu Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-BBAK/07/2023 diterbitkan. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meresmikan langsung PT Bursa Komoditi Nusantara atau Commodity Future Exchange (CFX) sebagai pengelola bursa aset kripto Indonesia.
Dalam acara peresmiannya, Zulkifli mengatakan, kehadiran bursa aset kripto, lembaga kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto akan menjadikan transaksi lebih transparan dan efektif.