REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Peternak ayam potong di Kabupaten Semarang mengeluhkan pengurangan kuantitas pengiriman Day Old Chicken (DOC) atau bibit ayam dariprodusen yang masih berlanjut. Kondisi ini dikhawatirkan tidak akan mempengaruhi langkah- langkah untuk membantu menurunkan harga daging ayam di pasaran atau di tingkat konsumen.
Seorang peternak ayam di Dusun Nagmpin Lonjong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Yudha Ariyanto mengungkapkan, tingginya harga daging ayam di pasar-pasar saat ini salah satunya dipicu oleh stok yang berkurang.
Di sisi lain, produsen DOC saat ini justru mengurangi kuantitas pengiriman ke kandang- kandang peternak. “Hal ini sudah berlangsung dalam beberapa periode pengiriman,” jelasnya, Jumat (7/7).
Yudha menyebutkan sebelumnya selalu mendapakan 10 ribu ekor DOC setiap pengiriman, sekarang hanya menerima maksimal di kisaran 9.000 ekor DOC untuk setiap pengiriman. “Sehingga secara jumlah memang ada pengurangan,” katanya.
Dia mengungkapkan, harga ayam DOC saat ini dipatok Rp 6.100, sementara harga jual ayam haya mencapai Rp 19.500 per dua kilogram ayam hidup. Karena pasokannya terus berkurang, maka harga daging ayam di tingkat pedagang pasar saat ini berkisar Rp 23.500 hingga Rp 24.000 per kilogram dan harga di tingkat konsumen di atas Rp 38.000 per kilogram.
“Selain itu, harga ayam saat ini memang tidak menentu setiap hari dan bahkan bisa berubah tidak sampai hitungan hari,” jelasnya.
Yudha juga menyampaikan, sebagai peternak ia memiliki komitmen dengan perusahaan yang bekerjasama (mitra) sesuai dengan kontrak yang sudah ditentukan.
Peternak akan mendapatkan bonus jika ada selisih dengan harga pasar dan itu sudah ada perhitungan sendiri. “Kalau kondisinya masih seperti sekarang ini, sepertinya masih sulit peternak bisa membantu harga ayam di tingkat konsumen bisa turun,” ungkapnya.
Karena selain pembatasan pengiriman DOC saat ini peternak juga masih menghadapii sejumlah kendala. Seperti harga pakan ternak ayam yang terus naik, dari Rp 8.000 per kilogram menjadi Rp 9.000.
Selain itu ayam di kandang juga banyak terkena penyakit flu, karena kondisi cuaca yang juga tidak menentu seperti sekarang ini. “Akibat penyakit, 8 persen ayam di kandang saya mati,” jelasnya.
Maka, situasi ini juga membutuhkan perhatian khusus. Bagi para peternak, manajemen harus bisa mengatur dengan cermat agar biaya operasional tidak ‘jebol’. Terutama untuk biaya operasional harian serta pakan yang tidak mungkin bisa ditekan atau dikurangi lagi.
Sebagai peternak, jika dinilai dari harga ayam, memang masih untung walaupun marginnya tidak banyak. namun dengan jumlah ayam di kandang yang berkurang akhirnya juga sama saja.
“Kami, para peternak berharap, semoga keadaan dan situasi seperti sekarang ini bisa segera normal dan harga kembali aam juga stabil lagi, kasihan masyarakat kalau harga daging ayam masih tinggi,” jelas Yudha.