Jumat 07 Jul 2023 11:14 WIB

Barang Endorsement Influencer Kena Pajak, DJP Ungkap Alasannya

Karena barang hasil endorsement dinilai sebagai bagian penghasilan.

Influencer (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Influencer (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan alasan produk endorse yang diterima artis dikenakan pajak natura.

Hal itu sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.

Baca Juga

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan, barang endorse yang diterima artis termasuk pembayaran, sehingga merupakan objek pajak yang tidak dikecualikan dari pajak natura. "Artis dikasih barang endorse itu murni penghasilan dalam bentuk hubungan kerja, jadi tidak kami kecualikan. Itu kan memang pembayaran, imbalan, si artis dapat endorse dibayarnya dalam bentuk barang, itu kan penghasilan benar," ujarnya saat konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023).

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 mengatur penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak penghasilan (PPh). Dalam konteks endorsement, menurutnya, barang yang diterima oleh artis atau influencer terhitung sebagai penghasilan.

"Sebenarnya yang natura di sini yang tambahan-tambahan, kita mau kecualikan yang itu. Misal, dibayar Rp 1 juta, tapi dibayar satu pak kosmetik yang nilainya juga Rp 1 juta. Itu tidak kita kecualikan," tambahnya.

Yoga menyebut Pasal 3 peraturan menteri keuangan tersebut disebutkan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan merupakan penghasilan yang menjadi objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.

"Pasal 3 dan 4 kan juga yang terkait antar wajib pajak. Misalnya dia artis dengan perusahaan peng-endorse, itu kan pasal 3 nya ada, kemudian contoh-contohnya itu lampiran, tapi memang itu tidak dikecualikan," ucapnya.

"Karena itu sama seperti gaji karyawan, masa gaji Anda dibebaskan? Orang kan nyanyi misalnya dibayar Rp 10 juta, masa bukan penghasilan, ada juga penghasilannya di situ," kata Yoga.

Menurut Yoga, pihaknya tidak mengatur batasan nominal pengenaan pajak natura dari hasil endorse. Sebab, berapa pun besarannya tetap merupakan penghasilan.

Namun, Yoga menjelaskan, barang-barang yang menjadi bagian dari proses pekerjaan dan tidak menjadi hak milik artis tidak dikenakan pajak natura. "Kalau pakai lipstik di tempat syuting dan tidak dibawa pulang, masa dihitung PPh? Ya tidak lah. Kalau yang dibawa sekoper nilainya Rp 10 juta, ya masa tidak kena pajak," tegas Yoga.

Sementara itu Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menegaskan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tidak hanya menyasar kaum pekerja elite alias eksekutif. Menurutnya kelas eksekutif perusahaan satu dengan yang lain bisa berbeda.

"Mengenai batasan, kami bicara kepantasan. Saya tidak memunculkan cerita yang disasar siapa. Pemberi dan penerima kerja dilihat berapa pantasnya. Kalau dirasa tidak pantas, kami lihat lagi (evaluasi)," ucapnya.

"Kami nyasar pemberiannya, bukan orangnya. Karena eksekutif itu variatif, perusahaan besar dengan kecil berbeda. Bukan siapa penerimanya, tapi apa yang diterimanya. Yang kami coba batasi adalah besaran, kepantasan yang kami berikan. Level eksekutif itu macam-macam, ada direktur, manajer, dan lainnya," kata Suryo.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement