REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto mengatakan rokok elektrik berpotensi menjadi industri unggulan baru di Indonesia.
"Industri rokok elektrik sudah ada 10 tahun di Indonesia dan baru mendapat perhatian 2017, dikenai cukai 2018 dan akhirnya sampai sekarang terus berkembang," kataAryo dalam diskusi tentang zat adiktif di RUU Kesehatan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, saat ini tidak ada negara di dunia yang melarang penggunaan rokok elektrik. Bahkan, sejumlah negara yang tadinya memberlakukan pembatasan ketat, kini membuka diri dan memperbaharui regulasi.
Saat ini, kata dia, RUU Kesehatan Omnibus Law terus menjadi diskursus publik. Salah satu poin yang menuai pro dan kontra adalah produk tembakau, yang dikategorikan sebagai zat adiktif bersama dengan narkotika, psikotropika dan minuman beralkohol.
Aryo menuturkan, rokok elektrik merujuk pada riset dari sejumlah negara seperti Inggris hingga New Zealand. Sampai saat ini ada enam juta pengguna rokok elektrik di Indonesia dan sudah membuka 200 ribu lapangan pekerjaan baru.
"Industrinya sampai sekarang berkembang dan juga berdampingan sama petani tembakau," ujarnya.
Dia menekankan, pihaknya kini terus mengembangkan riset mengenai produk tembakau lokal untuk bahan rokok elektrik.
Rokok elektrik (vape), kata dia, 50 persen lebih dari tembakau lokal. Saat ini, pihaknya terus menggali bagaimana caranya agar bisa 100 persen dari tembakau lokal.
"Kami berharap pemerintah dan legislatif untuk bisa dapat dukungan dan bersama-sama membangun industri ini," ujarnya.
Aryo menyatakan dengan dukungan para pembuat kebijakan, rokok elektrik dapat menjadi industri unggulan baru.