Jumat 09 Jun 2023 23:49 WIB

Pengamat Migas: Laba Rp 56,6 triliun, Keberhasilan Efisiensi Pertamina

Pertamina juga menerapkan digitalisasi sehingga bisa mengurangi kerugian

Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (2/6/2023). PT Pertamina (Persero) kembali melakukan penyesuaian harga BBM non subsidi jenis Pertamax dari Rp13.300 per liter menjadi Rp12.400 per liter, Pertamax Turbo dari Rp15 ribu per liter menjadi Rp13.600 per liter, Dexlite dari Rp13.700 per liter menjadi Rp12.650 per liter, Pertamax Dex Pertamax Turbo Rp14.600 per liter menjadi Rp13.350 per liter. Penyesuaian tersebut mulai berlaku pada 1 Juni 2023.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (2/6/2023). PT Pertamina (Persero) kembali melakukan penyesuaian harga BBM non subsidi jenis Pertamax dari Rp13.300 per liter menjadi Rp12.400 per liter, Pertamax Turbo dari Rp15 ribu per liter menjadi Rp13.600 per liter, Dexlite dari Rp13.700 per liter menjadi Rp12.650 per liter, Pertamax Dex Pertamax Turbo Rp14.600 per liter menjadi Rp13.350 per liter. Penyesuaian tersebut mulai berlaku pada 1 Juni 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai perolehan laba Pertamina sepanjang 2022 sebesar Rp 56,6 triliun menjadi bukti keberhasilan program efisiensi yang dijalankan perusahaan tersebut.

"Pertamina patut diapresiasi. Dengan meraih laba, berarti mereka telah melakukan kegiatan luar biasa, salah satunya efisiensi di berbagai sektor,? ujar pengamat migas tersebut dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (9/6/2023).

Menurut dia, tidak mudah untuk meraih laba pada kondisi saat ini, apalagi meningkat sekitar 86 persen dari tahun sebelumnya. Keberhasilan tersebut, karena Pertamina menerapkan kebijakan yang tepat.

"Terlebih, selain efisiensi, Pertamina juga menerapkan digitalisasi sehingga bisa mengurangi kerugian dan penyalahgunaan BBM. Jika Pertamina tidak menerapkan berbagai strategi, rugi juga ,"katanya.

Komaidi menyatakan, fakta bahwa Pertamina menerapkan strategi bisnis yang tepat karena tahun-tahun sebelumnya juga mampu meraih hasil positif.Termasuk pada 2020, saat pandemi Covid-19.

Ketika itu, tambahnya, banyak perusahaan migas dunia mengalami kerugian, sebaliknya, Pertamina justru berhasil meraih laba sebesar Rp14 triliun.

Di tengah hantaman triple shocks berupa anjloknya harga minyak, jatuhnya permintaan minyak, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, Pertamina justru memperlihatkan kinerja menggembirakan.

Namun demikian, menurut Komaidi, ke depan Pertamina harus tetap berhati-hati menghadapi berbagai tantangan, termasuk terkait transisi energi.

Selain itu, Pertamina lebih bijak dalam menetapkan portofolio investasi, termasuk di sektor energi fosil dan energi baru terbarukan (EBT). Terlebih, karena diperkirakan energi yang bersumber dari fosil masih dibutuhkan hingga 30-50 tahun ke depan.

"Saya kira isu-isu resesi dan ekonomi global, pelemahan mata uang, dan lainnya sudah biasa dihadapi oleh Pertamina. Namun persoalan transisi energi tergolong isu baru," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement